KEJAYAAN Nitisemito dengan rokok Bal Tiga, akhirnya sedikit demi sedikit mengalami keruntuhan. Berbagai faktor mempengaruhi usaha rokok yang menjadi perintis dan pelopor bagi usaha pembuatan dan industrialisasi rokok di Kudus dan daerah lain itu. Di antaranya, suasana politik pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, dan perselisihan keluarga pewaris Rokok Bal Tiga, serta munculnya para pesaing baru.
Sebelum mengalami surut dalam mempertahankan kejayaannya, Nitisemito adalah pengusaha rokok kretek pertama yang sangat sukses. Rokok Bal Tiga yang menjadi brand rokok yang sangat terkenal pada masa sebelum kemerdekaan itu, tidak hanya dikenal di Indonesia, namun juga beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Rokok Bal Tiga, secara resmi berdiri pada tahun 1914, dengan peresmian pabrik baru di Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, yang saat ini menjadi gedung Jamaah Haji Kudus (JHK).
"Sekitar delapan tahun menjalankan usahanya, Nitisemito berhasil membangunn pabrik baru di atas lahan seluas 6 hektar. Di pabrik itu, Nitisemito mempekerjakan sekitar 10 ribu pekerja, dengan total produksi 10 juta batang setiap hari." tutur Suyanto, Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Rokok Kudus. Selain merekrut pekerja asal pribumi, dia juga merekrut tenaga pembukuan asal Belanda. Sedangkan karyawan pribumi, ditempatkan sebagai tenaga terampil dalam pembuatan rokok kretek dan pemasaran.
Suyanto menambahkan, pada masa kejayaannya, Rokok Bal Tiga merambah pasar di berbagai daerah di Indonesia, di antaranya, di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan. Bahkan, Rokok Bal Tiga, juga merambah di luar negeri, ssalah satunya di Singapura dan Malaysia.
Menjelang masa kemerdekaan, pabrik-pabrik rokok baru mulai muncul di Kudus. Menurut Suyanto, tercatat, sekitar ada 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Di antara pabrik besar itu adalah Rokok Goenoeng Kedoe milik M Atmowidjojo , Rokok Delima milik M Muslich , Rokok Djangkar milik Ali Asikin , Rokok Trio milik Tjoa Khang Hay, dan Rokok Garbis & Manggis milik M Sirin.
"Selain pabrik-babrik tersebut, muncul pula pabrik pabrik baru yang saat ini tengah berjaya. Yakni PT Nojorono yang berdiri pada tahun1940, Djamboe Bol yang berdiri tahun 1937, PT Djarum yang berdiri pada 1950, dan PR Sukun. Pabrik-pabrik tersebut semakin mempersempit gerak Rokok Bal Tiga," ujar Suyanto.
Selain munculnya pabrik baru, pecahnya perang dunia ke dua juga mempengaruhi keberadaan industri rokok di Kudus, tak terkecuali pada Rokok Bal Tiga. Masuknya tentara Jepang di Indonesia, membuat usaha Nitisemito semakin terpuruk, karena banyak aset perusahaannya disita oleh tentara Jepang. Jepang pada saat itu memberlakukan pajak yang sangat tinggi pada komoditas rokok. Akibatnya, banyak pabrik rokok yang kemudian bangkrut.
"Penyebab utama kebangkrutan Nitisemito, selain karena gejolak sosial politik pada saat pecah perang dunia ke dua di Asia Pasifik, juga disebabkan karena tidak ada generasi penerus Nitisemito yang dapat mempertahankan Rokok Bal Tiga. Bahkan, para ahli waris, justru berselisih memperebutkan aset," kata Suyanto, menceritakan hal tersebut.
Akhirnya, pada tahun 1955, sisa aset kerajaan rokok kretek Bal Tiga dibagi rata kepada ahli waris. Tidak ada lagi generasi setelah Nitisemito yang melanjutkan perjuangan hebat Sang Raja Rokok Kretek tersebut. Bahkan, sisa peninggalan kejayaan Nitisemito berupa Omah Kapal dan Istana Kembar, saat ini terbengkelai dan tampak tak terawat. (Mase Adi Wibowo)
Artikel terkait:
Istananya Kini Tak Terawat
Seorang yang Buta Huruf, Tapi Jenius Berwirausaha