Latest News

Stasiun (2), Saksi Keganasan Agresi Militer Belanda 1, yang Lain Hancur, Stasiun Wergu Tetap Berdiri Kokoh

SEPUTARKUDUS.COM, WERGU WETAN – Cahaya matahari terlihat menerobos sela-sela atap Stasiun Wergu Kudus yang terbuat dari seng. Kaca warna-warni di bagian atas juga terlihat beberapa lubang berdiameter sekitar 2 sentimeter di bangunan masa penjajahan Belanda tersebut. Retakan-retakan juga terlihat jelas pada bangunan berukuran 20x60 meter yang sekarang menjadi pasar di Jalan Johar, Kelurahan Wergu Wetan, Kecamatan Kota, Kudus.
Bagian Dalam Stasiun Kereta Api Kudus
Bagian dalam Stasiun Wergu Kudus yang dialihfungsikan menjadi pasar. Foto: Imam Arwindra


Menurut sejarahwan Kudus Edy Supratno, lubang-lubang yang terdapat pada bangunan stasiun tersebut, merupakan bekas peluru pesawat tentara Belanda saat terjadi agresi militer pertama pada 21 Juli 1947. Menurutnya, ketika itu Belanda membombardir wilayah Kudus, Jepara dan sekitarnya menggunakan pesawat Mustang alias cocor merah P-15. 

“Saat kejadian tersebut tidak ada korban tewas. Selain menyerang Stasiun Wergu pesawat tersebut juga menyerang Muriatex dan rumah paseban bupati Kudus,” ungkapnya saat memaparkan materi pada kegiatan Seminar Konservasi Kesejarahan yang digelar mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Negeri Semarang (Unnes) di SMA 1 Mejobo Kudus, Sabtu (17/12/2016).

Danu Suyugi (81) yang hadir sebagai saksi mata pada kejadian tersebut mengungkapkan, ketika itu Belanda datang untuk membombardir Kudus dan sekitar melalui jalur udara. Menurutnya, saat itu tidak melalui jalur darat karena tentara Belanda sudah tahu bahwa pejuang-pejuang sudah bersiap untuk menyerang. Di antaranya mereka bersiap di Jembatan Tanggul Angin. “Banyak pemuda-pemuda bersiap menyerang. Mereka bersembunyi di bawah dan di sekitar jembatan,” ungkap dia yang ikut menyerang.



Oleh karena itu dikirimlah pesawat untuk melakukan penyerangan dari udara. Menurutnya, salah satu target penyerangan yakni Stasiun Kudus. Belanda menyangka, Stasiun Wergu digunakan untuk berkumpulnya para pejuang. Namun yang ada hanyalah masyarakat sipil saja. Para pemuda yang berjuang menyebar untuk melawan pasukan Belanda. “Tidak ada korban tewas dalam penyerangan di stasiun tersebut. Bekas pelurunya masih bisa dilihat sampai sekarang,” jelasnya yang akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Edy menambahkan, pada agresi militer pertama tersebut hanya Stasiun Kudus saja yang masih utuh berdiri. Menurutnya, tempat lain pabrik Muriatex dan rumah paseban Bupati Kudus sudah hancur karena serangan pasukan Belanda. Bangunan tersebut satu-satunya prasasti dari keganasan serangan Belanda. “Dari sekian tempat yang menjadi sasaran peluru, semuanya tak ada yang tersisa kecuali Stasiun Kudus,” jelasnya.