SEPUTARKUDUS.COM, PLOSO - Seorang perempuan renta mengenakan
baju warna putih tampak duduk sambil mengupas buah lontar, atau sering disebut siwalan, di satu sudut Pasar
Bitingan, Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus. Di depannya, terlihat tampah yang dipenuhi puluhan bungkus siwalan siap jual. Saat mengupas mengupas buah tersebut, seorang perempuan berkerudung datang untuk membeli daganganya.
Kepada Seputarkudus.com, perempuan renta bernama Rumiah (69) itu sudi berbagi kisah tentang penjualan siwalan. Dia mengaku lupa kapan tepatnya dia mulai berjualan. Dia mengatakan saat musim siwalan, dia mengaku berjualan di dua pasar yang berbeda di Kudus.
Rumiah sedang melayani pembeli siwalan yang dia jual di depan Pasar Bitingan, Kudus. Foto: Rabu Sipan |
Kepada Seputarkudus.com, perempuan renta bernama Rumiah (69) itu sudi berbagi kisah tentang penjualan siwalan. Dia mengaku lupa kapan tepatnya dia mulai berjualan. Dia mengatakan saat musim siwalan, dia mengaku berjualan di dua pasar yang berbeda di Kudus.
“Untuk menjual habis siwalanyang aku bawa, setiap hari
aku harus menjualnya di dua lokasi pasar yang berbeda. Saat pagi aku menjualnya di Pasar Wates, Undaan. Sedangkan mulai pukul 10.00 WIB aku berangkat naik bus untuk menjajakan daganganku di Pasar Bitingan hingga pukul 16.00 WIB,” ujarnya.
Perempuan yang tercatat sebagai warga Desa Ngemplak,
Kecamatan Undaan, mengatakan, setiap hari dirinya membawa sekitar 80 bungkus siwalan. Dagangan yang dibawa itu tidak pernah bisa habis terjual di Pasar Wates. Namun, daganganya habis saat berjualan di Pasar Bitingan.
Dia mengatakan, menjual siwalannya tersebut dengan harga
Rp 5 ribu sebungkus berisi lima siwalan. Tapi saat ada yang menawar dia mengaku tak keberatan dan menurunkan harga. Meskipun mengurangi keuntungan, hal tersebut harus dilakukan agar daganganya cepat habis.
“Agar cepat habis aku harus rela keuntunganku berkurang.
kalau aku mempertahankan dengan harga Rp 5 ribu sebungkus, sehari daganganku
bisa saja tidak terjual habis,” ungkap Rumiah yang mengaku bisa mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp
40 ribu sehari.
Perempuan yang mempunyai delapan anak dan sepuluh cucu
tersebut mengatakan, berjualan siwalan musiman. Dia mengatakan mendapatkan siwalan dari seorang warga Rembang, yang setiap hari
mengiriminya puluhan siwalan yang sudah dikupas serta sudah terbungkus.
“Aku berharap di Rembang serta di Tuban setiap bulan selalu
musim panen siwalan. Biar aku juga bisa setiap hari berjualan, agar aku
tidak menganggur dan merepotkan anak-anaku. Kalau berjualan aku kan punya
penghasilan, jadi aku bisa memberi uang saku saat cucu-cucuku berkunjung,”
ujarnya.
\
\