SEPUTARKUDUS.COM, SINGOCANDI - Di garasi rumah berlantai dua di Desa
Singocandi RT 5 RW 3, Kecamatan Kota, Kudus, tampak terparkir mobil Honda Mobilio dan sepeda motor Yamaha Nmax. Di dalam ruang tamu rumah tersebut terlihat seorang pria
memakai kaus singlet sedang menikmati sebatang rokok kretek. Dia bernama Sadiman (42), pria yang tak lulus sekolah dasar (SD) itu yang kini sukses mengembangkan usaha bakso kojek dan bakso bakar
rindu.
Sadiman sedang berpose di depan mobil Honda Jazz Mobililo hasil kerja kerasnya berjualan Bakso Rindu. Foto: Rabu Sipan |
Sambil menikmati rokoknya pria yang akrab disapa Pak Rindu
itu sudi berbagi kisah kepada seputarkudus.com. Pria asal Sukoharjo itu mengatakan mulai datang ke
Kudus dan berjualan bakso kojek keliling pada tahun 2001. Menurutnya saat itu
dia hanya bermodal sisa ongkos sebesar Rp 100 ribu serta sepeda ontel butut
yang dia bawa dari kampung halamannya.
“Aku bersyukur usaha yang aku rintis dengan modal Rp 100 ribu
serta tetesan keringat sekarang sudah terlihat hasilnya. Dari usaha tersebut
aku bisa membeli tanah dan membangun rumah lantai dua, membeli mobil Honda
Mobilio. Aku juga memiliki lima sepeda motor satu diantaranya Yamaha Nmax,”
ujar pria yang tergabung dalam komunitas Yamaha Nmax Club Indonesia.
Menurutnya pada waktu itu dia datang sendiri ke Kudus, belum
bersama istri serta dua anaknya. Dia mengaku pada waktu ikut menumpang di kos milik temannya. Dan karena dia hanya memiliki uang sisa ongkos perjalanan, semua
perabotan untuk berjualan bakso kojek kuah keliling dipinjami temannya.
Pria yang sudah dikaruniai empat anak itu mengatakan, selama
berjualan bakso kojek keliling dengan menggunakan sepeda ontel, daganganya
tersebut sangat laris. Karena itu dia bersemangat berjualan hingga sehari dia
bisa berjualan dua kali. Setiap pagi dia berjualan di sekolah – sekolah.
Sedangkan sore hari dia berjualan di depan madrasah.
“Pada waktu itu bakso kojek kuahku lumayan laris. Setiap
bakso kojek yang aku jajakan pasti selalu terjual habis. Tidak hanya waktu
berjualan pagi, berdagang bakso kojek kuah sore hari juga selalu habis terbeli.
Karena berjualanku sudah setabil serta aku juga lumayan kerepotan. Selang lima
bulan istri serta dua anaku, aku boyong ke Kudus,” tuturnya.
Sejak istri dan anaknya dia bawa ke Kudus, dia mengaku
tinggal di kontrakan bersama keluarga kecilnya tersebut di Desa Singocandi,
Kecamatan Kota dengan harga sewa Rp 70 ribu sebulan. Sejak ada istrinya dia
mengungkapkan sangat terbantu karena ada orang yang membantunya membuat bakso
kojek yang akan dia jual.
Pada tahun 2004, dia mengaku membeli motor bekas yakni Yamaha
75 dengan harga Rp 1 juta. Dia mengungkapkan membeli motor tersebut dia gunakan
untuk berdagang keliling agar tidak terlalu capek. Setelah sekitar empat tahun
berjualan keliling menggunakan motor, dan karena makin banyak peminat dia
berinisiatif menjual bakso kojek menggunakan gerobak.
“Pada tahun 2008 aku merekrut dua orang pekerja untuk mangkal di tepi Perempatan Sucen yang menjual bakso bakar. Sedangkan satunya di depan Sekolah Taman Siswa. Bakso kuah yang aku jual kuberi nama Bakso Bakar
dan Bakso Bakar Rindu. Dan aku tetap memutuskan berjualan secara keliling,”
jelasnya.
Sejak memiliki dua tempat untuk menjual bakso kuah serta
bakso bakar, dan dia juga masih berjulaan keliling. Dia mengaku
penghasilanya langsung meningkat. Bahkan setahun berselang menurutnya di dua
tempat tersebut mampu menjual sebanyak 7.000 tusuk bakso bakar sehari.
Dia mengatakan, dari dulu sampai sekarang menjual satu tusuk bakso bakar dengan harga Rp
1 ribu. Pada waktu itu dari dua tempat tersebut bisa menghasilkan omzet sekitar
Rp 7 juta sehari. Bahkan saat itu dia mengaku memiliki delapan orang pekerja
yang kebanyakan dari daerah asalnya.
Hingga pada tahun 2013 dia megatakan mampu membeli tanah
lalu dia bangun rumah bertingkat. Setahun kemudian dia juga membeli mobil Honda
Mobilio. Dan meski sudah memiliki empat sepeda motor dia membeli satu lagi
Yamaha Nmax.
“Meski tak selaris dulu karena sekarang banyak pesaing yang
menjual dagangan serupa, namun aku tetap bersyukur, aku yang tidak lulus Sekolah
Dasar (SD) bisa memiliki usaha yang mampu untuk menghidupi keluarga serta bisa
menciptakan lapangan kerja untuk orang lain,”ujar pria yang mengaku berhenti
sekolah sejak kelas lima SD itu.