Latest News

Sempat Jatuh Karena Terimbas Isu Bakso Berformalin, Pak Lan Bangkit dan Sukses dengan Terminal Es

SEPUTARKUDUS.COM, PEGANJARAN - Di tepi selatan Jalan Lingkar Utara tampak sebuah warung berangka baja, beratap seng dan berdinding bambu. Di depan warung tersebut tampak puluhan sepeda motor serta beberapa mobil terparkir rapi. Di dalam warung terlihat puluhan orang sedang menikmati hidangan. Tempat tersebut yakni Warung  Terminal Es, yang sebelum punya usaha tersebut pemiliknya terlebih dulu memiliki usaha mi ayam dan bakso.
terminal es kudus
Puluhan pembeli menikmati sajian kuliner di Terminal Es, Jalan Lingkar Utara, Desa Peganjaran, Kecamatan Bae, Kudus. Foto: Rabu Sipan


Menurut Winarti (37) satu diantara anak almarhum Suparlan pendiri usaha terminal es tersebut mengatakan, sebelum ayahnya mendirikan warung Terminal Es, terlebih dulu membuka warung yang menjual mi ayam dan bakso pada tahun 2000. Bahkan menurutnya, saat itu mi ayam dan bakso ayahnya sangat laris hingga mempunyai empat cabang. Warung tersebut diberi nama Mie dan Bakso Pak Lan, sesuai panggilan nama ayahnya.

“Pada waktu itu mi dan bakso almarhum ayahku banyak diminati para pembeli, hingga bisa membuka empat cabang, di antaranya di depan SMA 1 Kudus, depan RS Aisiyah, di Pasar Kliwon Kudus dan yang terakhir buka di tepi Jalan Lingkar utara pada tahun 2006," kenang perempuan yang akrab disapa Wiwin kepada SeputarKudus.com.

Namun, katanya, beberapa bulan membuka cabang di tepi jalan di Desa Peganjaran, Kecamatan Bae tersebut, berhembus isu formalin yang mengakibatkan penjualan mi dan bakso ayahnya menurun derastis. Perempuan yang tercatat sebagai warga Kelurahan Mlati Lor, Kecamatan Kota tersebut mengatakan, padahal menurutnya mi ayam dan bakso ayahnya tidak pernah dicampuri dengan bahan kimia, termasuk formalin atau pun borak. 


"Namun karena isu tersebut diberitakan media televisi nasional jadi berimbas ke semua pedagang mi dan bakso seluruh indonesia termasuk daganganya almarhum ayahku," katanya.

Dia mengatakan, sebelum ada isu tersebut di setiap warung milik ayahnya bisa menjual sekitar 15 kilogram mi dan 15 kilogram bakso sehari. Tapi sejak ada terpaan isu bahan kimia tersebut penjualanya menurun menjadi lima kilo gram sehari.

“Akibat isu formalin pada mie dan bakso, yang mengakibatkan penjualan di empat warung ayahku menurun derastis. Ayahku terpaksa menutup satu per satu warungnya, dan menyisakan satu warung yang berada di seberang  SPBU yang berada di Jalan Lingkar utara,” ujarnya.

Menurutnya meski mengalami nasib sama dengan warung ayahnya yang lain, warung mi ayam dan bakso yang berada di tepi Jalan Lingkar Utara tersebut tetap dipertahankan ayahnya. Dengan harapan dengan fokus pada satu warung, ayahnya berharap penjualan mi ayam dan baksonya bisa meningkat.


“Setelah ditekuni selama sekitar lima tahun, penjualan mi ayam dan bakso warung ayahku meningkat meski belum bisa menjual sebanyak seperti dulu sebelum ada isu formalin. Di saat penjualan sudah ada peningkatan, timbul ide dari ayahku untuk menambah menu makanan dan minuman serta mengganti nama warung menjadi Terminal Es,” ungkap Wiwin.

Perempuan yang sudah dikaruniai dua anak tersebut mengatakan, sejak berganti nama serta menambah menu makanan, di antaranya mie ayam, mi goreng, mi rebus, dan nasi goreng. Selain itu menu minumanya juga di perbanyak, tadinya hanya menyediakan es teh dan es jeruk sekarang di terminal es menyediakan aneka juice buah, es campur, sup buah dan lain sebagainya

Alhamdulillah sejak nama warung diganti dengan Terminal Es  aneka masakan serta minuman di warung ayahnya tersebut banyak diminati para pembeli. Bahkan ayahku bisa mendapatkan uang sekitar Rp 3 sampai Rp 4 juta sehari. dan sebelum meninggal dua tahun lalu, ayahku sudah mempunyai empat warung Terminal Es di Kudus yang sekarang dikelola anak - anaknya” ujar Wiwin