Latest News

Warga Solo Ini Tak Patah Arang, Jual Bubur Kacang Hijau Tak Laris Ganti Jual Rujak, Tak Laku Ganti Wedang Ronde

SEPUTARKUDUS.COM, ALUN-ALUN - Sejumlah orang terlihat duduk di atas trotoar Alun-alun Simpang Tujuh Kudus, beberapa malam lalu. Mereka tampak asyik mengobrol sambil menikmati wedang ronde. Terlihat seorang pria mengenakan baju warna abu-abu sedang melayani pembeli wedang ronde di dekat gerobaknya. Dia adalah Agus (35), warga Solo yang sudah sejak tahun 1999 berjualan di Kudus.
penjual wedang ronde di kudus
Agus sedang melayani pembeli wedang ronde di Alun-alun Simpang Tujuh Kudus. Foto: Ahmad Rosyidi


Usai melayani beberapa pembeli, Agus sudi berbagi cerita kepada Seputarkudus.com tentang pengalamannya berjualan wedang ronde di Kudus. Dia mengatakan dia baru satu bulan berjualan wedang ronde. Sebelumnya dia berjualan bubur kacang hijau, karena bahan bakunya yang naik terus akhirnya dia beralih untuk berjualan rujak. Dan saat musim hujan rujaknya kurang laris, dia ganti berjualan wedang ronde.

Agus mengungkapkan bahwa dirinya lebih senang berjualan wedang ronde karena lebih banyak peminatnya jika dibanding bubur kacang hijau dan rujak. Setiap hari dia berjualan keliling sekitar kosnya di Desa Tumpangkrasak, Kecamatan Jati, mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Kemudian dia berjualan di Alun-alun Kudus hingga pukul 23.00 WIB.



“Biasanya saya membawa 100 porsi wedang ronde setiap hari, dan satu porsi saya jual Rp 5 ribu. Meski kadang membawa pulang, tetapi lebih sering habis tak tersisa. Sepertinya peminatnya lebih bagus dari pada berjualan bubur atau rujak, jadi saya akan fokus berjualan wedang ronde saja,” ungkap warga Sukoharjo, Solo itu.

Dia di Kudus diajak saudaranya, jadi saat ini Agus di Kudus bersama dua saudaranya. Yang satu berjualan wedang ronde seperti dirinya, dan yang satunya lagi berjualan mi ayam. Selama di Kudus mereka tinggal bersama di kos.


“Awalnya saya diajak saudara saya, karena sudah 17 tahun di Kudus jadi saya sudah terbiasa di sini. Saya pulang ke Solo saat ada acara tertentu saja, biasanya sih 3 bulan sekali. Paling sepekan atau paling lama 10 hari di sana,” ungkap anak terakhir dari empat bersaudara itu.

Agus merinci bahan yang dibuat wedang ronde, yakni tepung ketan, kacang tanah, kolang-kaling, agar-agar, jahe, dan gula pasir. Setiap pagi dia ke Pasar Kliwon untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan. Kemudian siang hari dia memasak, dan sore harinya dia beranagkat berjulan.

“Setiap hari aktivitas saya ya belanja ke pasar, memasak, kemudian berjualan. Kalau dagangan saya tidak habis ya saya buang. Pernah sepi hanya laku 50 porsi, kemudia saya buang sisanya karena tidak bisa saya jual lagi,” jelasnya.