SEPUTARKUDUS.COM, RENDENG - Bangunan gedung di Jalan Jendral Sudirman nomor 291, Kudus, ini tampak lusuh. Di
depan bangunan lantai satu tersebut, berdiri tiang besi yang sudah berkarat
dengan tali yang masih terikat. Gedung tersebut bernama Gedung Ngasirah. Lokasi gedung itu pernah menjadi markas batalion TNI di Kudus.
Gedung Ngasirah Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Menurut sejarahwan di Kudus Eddy Yusuf, lokasi Gedung Ngasirah tercatat pernah ada beberapa generasi
batalion, yakni Batalion 442 dan Batalion 409. Menurutnya, saat itu luas kawasan markas batalion memanjang ke utara sampai di Balai Desa Pedawang.
“Dulu lokasi markas batalion luas. Lapangan Rendeng yang sekarang lokasinya dekat dengan asrama polisi, dulu juga dijadikan tempat pendaratan helikopter TNI,” tuturnya Eddy yang pernah menjadi anggota DPRD Kudus era Reformasi.
“Dulu lokasi markas batalion luas. Lapangan Rendeng yang sekarang lokasinya dekat dengan asrama polisi, dulu juga dijadikan tempat pendaratan helikopter TNI,” tuturnya Eddy yang pernah menjadi anggota DPRD Kudus era Reformasi.
Dia menceritakan, sebelum Batalion 442 dan 409, terdapat
Batalion 426 yang merupakan batalion pertama di Kudus. Eddy mengungkapkan, markas
Batalion 426 yang sekarang menjadi gedung Jam'iyyatul Hujjaj Kudus (JHK) di
Jalan AKBP Agil Kusumadya. Namun pada akhirnya mereka memberontak dan ditumpas
oleh pasukan Diponegoro (tentara teritorial IV Diponegoro).
Baca juga: Jejak TNI di Kudus (1), Lokasi Gedung JHK Saksi Bisu 'Pasukan Teklek' Melawan Agresi Belanda
“Terbentuknya Batalion 426 kumpulan dari laskar-laskar pejuang sebelum kemerdekaan Indonesia. TNI sendiri terbentuk pada tanggal 5 Oktober 1945,” terangnya.
Eddy Yusuf. Foto: Imam Arwindra |
Baca juga: Jejak TNI di Kudus (1), Lokasi Gedung JHK Saksi Bisu 'Pasukan Teklek' Melawan Agresi Belanda
“Terbentuknya Batalion 426 kumpulan dari laskar-laskar pejuang sebelum kemerdekaan Indonesia. TNI sendiri terbentuk pada tanggal 5 Oktober 1945,” terangnya.
Setelah itu, kata Eddy, munculah Batalion 442 yang bermarkas di Gedung
Ngasirah, disusul Batalion 409. Menurutnya, pasukan batalion di
Kudus banyak gugur di medan pertempuran saat dikirim ke daerah konflik. Pasukan Batalion 442 dikirim ke Serawak, Kalimantan Utara, menghadapi Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) tahun
1962.
"Sedangkan pasukan Batalion 409 mengikuti Oprasi Seroja tahun 1975 di Timor Timur. Banyak tentara batalion yang gugur di medan perang,” tambahnya.
"Sedangkan pasukan Batalion 409 mengikuti Oprasi Seroja tahun 1975 di Timor Timur. Banyak tentara batalion yang gugur di medan perang,” tambahnya.
Mantan Komandan Kodim 0722 Kudus Soedarsono. Foto: Imam Arwindra |
Saat ditemui Seputarkudus.com usai Seminar Mengulas
Kembali Sejarah TNI di Komando Distrik
Militer (Kodim) 0722 Kudus dalam peringatan Ulang Tahun TNI ke-71, Selasa (4/10/2016),
mantan Komandan Kodim 0722 Kudus Kolonel Inf (Purn) Soedarsono, menuturkan, sebelum Batalion 442 terdapat Batalion 443.
Dia menjelaskan, dulu di Kudus ada sub-batalion yang berpusat di Rembang dan Pati. Setelah itu, ada dibentuk batalion tersendiri yakni Batalion 442. “Di Kudus hanya ada satu kompi saja (80-225 pasukan, red),” ungkapnya yang pernah memimpin Kodim 0722 Kudus tahun 1983-1987 dengan pangkat Letnan Kolonel Infanteri.
Dia menjelaskan, dulu di Kudus ada sub-batalion yang berpusat di Rembang dan Pati. Setelah itu, ada dibentuk batalion tersendiri yakni Batalion 442. “Di Kudus hanya ada satu kompi saja (80-225 pasukan, red),” ungkapnya yang pernah memimpin Kodim 0722 Kudus tahun 1983-1987 dengan pangkat Letnan Kolonel Infanteri.
Mengenai tidak adanya batalion di Kudus menurutnya bukan
karena alasan utama banyak yang gugur. Meski begitu dia tak menampik saat pertempuran di
Serawak banyak pasukan yang gugur. Menurutnya,
musuh yang dihadapi saat itu bekas didikan TNI pada masa Presiden Soekarno dengan
nama Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU).
Karena dianggap dekat dengan komunis, masa Presiden Soeharto akhirnya pasukan tersebut ditangkap. “Mereka dulu kami (TNI) yang mendidik, kami (TNI) juga yang lawan,” ungkap dia yang dulu pernah ikut diterjukan dalam oprasi di Serawak.
Soedarsono yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Kudus periode 1988-1998 menjelaskan, alasan utama tidak adanya batalion karena kebutuhan pengamanan geografis di Kudus sudah mencukupi. Menurutnya, di bagian pantura timur Jawa Tengah sudah ada Batalion Infanteri 410/ Alugoro di Blora dan juga mempunyai sub satu Kompi C di Pati.
“Kudus secara geografis itu kecil. Dari atasan sudah menentukan untuk dibuat kodim saja. Karena alasan banyak gugur, TNI tidak seperti itu. Kami ada untuk menjaga kedaulatan negara,” tambahnya.
Karena dianggap dekat dengan komunis, masa Presiden Soeharto akhirnya pasukan tersebut ditangkap. “Mereka dulu kami (TNI) yang mendidik, kami (TNI) juga yang lawan,” ungkap dia yang dulu pernah ikut diterjukan dalam oprasi di Serawak.
Soedarsono yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Kudus periode 1988-1998 menjelaskan, alasan utama tidak adanya batalion karena kebutuhan pengamanan geografis di Kudus sudah mencukupi. Menurutnya, di bagian pantura timur Jawa Tengah sudah ada Batalion Infanteri 410/ Alugoro di Blora dan juga mempunyai sub satu Kompi C di Pati.
“Kudus secara geografis itu kecil. Dari atasan sudah menentukan untuk dibuat kodim saja. Karena alasan banyak gugur, TNI tidak seperti itu. Kami ada untuk menjaga kedaulatan negara,” tambahnya.