SEPUTARKUDUS.COM, GETAS PEJATEN – Lalu lalang kendaraan terlihat di depan
gedung yang terletak di Jalan AKBP R Agil Kusumadya, Desa Getas Pejaten, Kecamatan
Jati, Kudus. Gedung berlantai dua bewarna hijau itu memiliki halaman yang
luas. Gedung tersebut yakni Gedung Pengurus Daerah
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Jam’iyyatul Hujjaj Kudus (JHK). Lokasi gedung itu menjadi saksi bisu perlawanan tentara terhadap pasukan Belanda.
Gedung JHK Kudus, Jalan R Agil Kusumadya, Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Sejarahwan Kudus Eddy
Yusuf meceritakan, sebelum menjadi Gedung JHK, lokasi itu pernah digunakan sebagai markas tentara Kudus. Sebelum digunakan sebagai markas, lokasi tersebut merupakan pabrik rokok merek Bal Tiga milik Nitisemito, seorang pengusaha rokok kretek Kudus yang melegenda.
“Dia (Nitisemito) terkenal dengan julukan Raja Kretek. Dia kaya dan asetnya banyak,” tuturnya kepada Seputarkudus.com di kediamannya, Desa Mlati Lor, Kecamatan Kota, Kudus, belum lama ini.
“Dia (Nitisemito) terkenal dengan julukan Raja Kretek. Dia kaya dan asetnya banyak,” tuturnya kepada Seputarkudus.com di kediamannya, Desa Mlati Lor, Kecamatan Kota, Kudus, belum lama ini.
Eddy menceritakan, pabrik rokok milik Nitisemito sangat luas. Hampir sebagian besar bangunan di sepanjang Jalan AKBP R Agil Kusumadya
miliknya. “Wah kalau detail di mana saja kurang tahu. Namun untuk Gedung JHK
dulunya Pabrik Rokok Bal Tiga miliknya Nitisemito,” terangnya.
Pabrik rokok kretek merek Bal Tiga milik Nitisemito. Foto: KITLV |
Dia melanjutkan, saat terjadi agresi militer Belanda kedua pada tahun 1946-1949, Pabrik Rokok Bal Tiga dijadikan markas tentara untuk melawan
pasukan Belanda. Menurutnya, pascakemerdekaan Indonesia tahun 1945, fasilitas pemerintahan dan militer belum merata,
termasuk Kudus. “Akhirnya Nitisemito memberikan tempat produksi rokoknya untuk
markas tempur dan asrama tentara,” tuturnya.
Berdasarkan apa yang dia ketahui, pabrik rokok Bal Tiga tersebut dijadikan Batalion 426 Kudus. Masyarakat di Kudus lebih akrab menyebut pasukan batalion tersebut dengan sebutan Pasukan Teklek. Sebutan itu diberikan karena pasukan tersebut tidak memakai sepatu, melainkan sandal.
“Saat itu belum ada TNI (Tentara Nasional Indonesia). Pasukan tersebut populer dengan nama Pasukan Teklek. Mereka kebanyakan dari kalangan santri,” terangnya.
“Saat itu belum ada TNI (Tentara Nasional Indonesia). Pasukan tersebut populer dengan nama Pasukan Teklek. Mereka kebanyakan dari kalangan santri,” terangnya.
Eddy Yusuf. Foto: Imam Arwindra |
Mantan anggota DPRD Kudus di era reformasi itu menuturkan, Nitisemito banyak membantu proses kemerdekaan Indonesia. Menurut beberapa
sumber, Nitisemito sering membiayai kebutuhan perang pasukan Indonesia. “Presiden
Soekarno pun pernah berkunjung ke rumah Nitisemito. Ada sumber mengatakan, Nitisemito memenuhi semua kebutuhan Soekarno,” jelasnya.
Dari cerita perjalanan Batalion 426 pasca agresi milter kedua di Kudus, menurut Eddy mereka terindikasi mengikuti gerakan Darul Islam (DI)/ Tentara Islam Indonesia (TII)/Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu mereka juga merampok saudagar-saudagar untuk kebutuhan pasukan.
"Pada akhirnya Batalion 426 berperang dengan Diponegoro (Tentra teritorial IV Diponegoro). Ada yang gugur ada pula yang kabur ke Klaten," tuturnya.
Dari cerita perjalanan Batalion 426 pasca agresi milter kedua di Kudus, menurut Eddy mereka terindikasi mengikuti gerakan Darul Islam (DI)/ Tentara Islam Indonesia (TII)/Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu mereka juga merampok saudagar-saudagar untuk kebutuhan pasukan.
"Pada akhirnya Batalion 426 berperang dengan Diponegoro (Tentra teritorial IV Diponegoro). Ada yang gugur ada pula yang kabur ke Klaten," tuturnya.