SEPUTARKUDUS.COM, KARANGROWO – Laki-laki tua mengenakan ikat kepala, terlihat duduk di bangku berukuran besar berbincang dengan sejumlah tamu yang duduk di ruang tamu rumahnya. Pria yang selalu mengenakan pakaian serba hitam itu bernama Wargono, warga Kaliyoso Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus, yang jugsa sesepuh Sedulur Sikep. Mereka mengobrolkan tentang pertanian yang dijalankan warga Sikep, termasuk terkait hama tikus.
Wargono (tengah), sesepuh warga Sedulur Sikep Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Dari jejeran tempat duduk sisi kiri Wargono, seorang bertubuh kurus menanyakan tentang cara warga Sikep mengatasi hama tikus. Beda warga Sikep dengan petani padi pada umumnya di Desa Karangrowo, setiap malam tidak pernah menjaga tanaman padi dari serangan tikus. Menurutnya, malam hari digunakannya untuk istirahat setelah seharian beraktivitas. “Tidur dan terjaga harus seimbang,” tutur bapak enam anak, 16 cucu dan tiga buyut tersebut.
Baca juga: Sedulur Sikep (3, Habis), Anak-anak Sedulur Sikep Tak Sekolah Tapi Tetap Belajar di Rumah
Baca juga: Sedulur Sikep (3, Habis), Anak-anak Sedulur Sikep Tak Sekolah Tapi Tetap Belajar di Rumah
Wargono mengaku tidak merasa takut padinya habis dimakan tikus. Menurutnya, menjadi seorang manusia tidak boleh memiliki pikiran sempit. Dia menuturkan setiap panen tiba, dirinya juga bisa panen dengan hasil seperti petani padi pada umumnya. “Lapo tikus kok ditunggoni (kenapa tikus kok dijaga),” ungkap penganut Samin Surosentiko yang mengundang gelak tawa tamu yang hadir.
Agar tanaman padi tidak banyak dimakan tikus, warga Sikep, kata Wargono, menanam padi dengan cara berbeda dengan cara petani pada umumnya di Undaan. Jika petani lain menanam tiga hingga empat bitit dalam satu lubang, dia kurangi menjadi dua bibit. Meski bibit yang ditanam lebih sedikit, hasil yang didapat sama dengan petani yang tiap malam menunggui sawahnya dari serangan hama tikus. “Lahan milik petani (Sedulur Sikep) ada 200 Hektare lebih,” jelasnya.
Wargono menambahkan, untuk mengurangi serangan hama tikus, pihaknya juga mengandalkan predator tikus, yakni burung hantu. Menurutnya, dulu pernah menggunakan setrum listrik, namun mendengar banyak yang meninggal akhirnya menggunakan burung hantu. Warga Dukuh Kaliyoso mengaku sudah membuatkan tempat burung hantu berbahan cor semen. “Burungnya datang sendiri. Akhirnya ditempati dan bertelur di tempat yang disediakan di sawah,” tambahnya.
Bersama petani lain di Desa Karangrowo, warga Sikep juga pernah mengkuti gropyoan tikus. Dia menuturkan, petani menggunakan pompa air yang dimasukkan ke dalam sarang tikus. Setelah air masuk sarang, tikus di dalamnya akan keluar dan kemudian dipukul.