Zumrotun membantu mengemasi kerupuk bawang hasil produksi usahanya. Foto: Ahmad Rosyidi |
Zumrotul dia akrab disapa, sudi berbagi cerita kepada seputarkudus.com tentang merek yang dia gunakan untuk produknya. Pada awal membuat kerupuk bawang, dia yang menjalankan usaha bersama suaminya itu, menggunakan merek Cap Jempol, Kelinci, Mawar dan Dua Walet. Itu dia lakukan untuk eksperimen.
"Awalnya menggunakan empat merek berbeda, tapi produknya sama, kerupuk bawang. Tujuan saya, ingin mengetahui mana yang paling diminati pembeli. Setelah eksperimen merek tersebut, akhirnya kami tahu, merek Dua Walet tersebut banyak diminati pembeli dan kami menggunakan merek tersebut hingga kini," ujar Zumrotul di tempat usahanya, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, selain karena hasil eksperimen yang dia dan suaminya lakukan, merek Dua Walet juga kebetulan memiliki arti dua dompet. Dia dan suaminya percaya, dua dompet bisa berarti mendatangkan rezeki yang banyak.
Zumrotul mengaku awal merintis usaha dari membeli kerupuk bawang yang sudah jadi dari orang lain. Kerupuk tersebut kemudian dibungkus dengan kemasan yang diberi merek yang dia pilih untuk dipasarkan. Setelah sekitar dua tahun berlangsung, akhirnya dia dan suaminya memutuskan untuk memproduksi keripik bawang. Saat ini usahanya terus berkembang, dan dirinya menambah jenis produk camilan, di antaranya stik bawang, kembang goyang, dan keripik singkong gadung.
Tidak lama berkisah, keluar seorang pria dengan celana pendek, dia adalah Fahrudin Jamil (37) suami Zumrotul. Dia ikut menambahkan cerita yang disampaikan suaminya. Awal memulai usaha, dirinya merasa kesulitan memasarkan kerupuk bawang. Banyak toko-toko menolak saat hendak dititipi produknya. Dengan kerja keras dan tanpa kata menyerah, akhirnya Fahrudin menemukan hasil. Saat ini dia sering kewalahan menerima pesanan.
“Penjualan saya lancar baru sekitar tiga tahun ini. Sebelumnya saya sering ditolak saat menitipkan produk. Tetapi sekarang toko yang mengambil ke sini. Saya hanya menyetor di grosir saja, karena waktu saya tidak cukup. Jika dulu saya kesulitan mencari hutangan untuk tambahan modal, sekarang sudah banyak yang menawarkan pinjaman uang,” terangnya.
Fahrudin juga menjelaskan awal memproduksi pada tahun 2009 dia dibantu adiknya. Setelah berjalan sekitar tiga tahun adiknya tidak bisa ikut membantu lagi, karena diterima kerja di perusahaan yang ada di Kudus. Akhirnya dia dan istrinya sepakat mengambil tiga karyawan untuk membantu proses produksi.