Noor menata buah pisang di lapak depan rumahnya. Foto: Ahmad Rosyidi |
Lapak milik Noor, terletak di depan tempat tinggalnya, tepatnya di teras rumah. Setiap hari dirinya membuka lapak dan menunggu pembeli datang. Meski saat ini sepi pembeli, dia tetap membuka lapak miliknya.
"Bulan Sura (Muharram) seperti ini lebih sepi, jarang yang menikah atau menggelar hajatan. Omzet yang saya dapat hanya Rp 2 juta dalam tiga hari. Ini tak seramai bulan Ruwah, atau menjelang Idul Fitri dan Idul Adha. Tapi saya tetap buka dan membeli pisang ke Pati setiap tiga hari sekali," ungkap pria empat anak itu kepada Seputarkudus.com belum lama ini.
Dia mengaku membeli pisang langsung ke petani di Pati, dan sejak tahun 2003 Noor membeli kendaraan roda tiga untuk mengangkut pisangnya. Sebelumnya dia membawa pisangnya dengan kendaraan umum dari Pati sampai Kudus.
Sambil minum es yang dibawakan istrinya, Noor merinci harga pisang yang dijual. Untuk pisang susu dijual seharga Rp 20 ribu, pisang ambon Rp 35 ribu, pisang raja Rp 25 ribu, pisang putri Rp 10 ribu dan pisang emas Rp 20 ribu. Semua harga tersebut berdasarkan harga per sisir.
"Selain itu saya juga punya banyak jenis pisang lainnya. Pisang raja uter saya jual seharga Rp 10 ribu, pisang sobo Rp 10 ribu, pisang gember Rp 20 ribu, pisang kidang Rp 20 ribu, pisang hijau Rp 25 ribu, pisang bentul Rp 15 ribu, dan pisang byar Rp 3 ribu perbijinya," katanya.
saat merinci harga pisang yang ada, datang seorang perempuan yang sedikit tergesa-gesa, dia adalah Darwati (30) yang hendak membeli pisang untuk acara tujuh hari orang tuanya. Tidak lama dia memilih kemudian dibayar dan pergi.
"Ini untuk acara tujuh hari bapak, saya membeli dua sisir pisang raja. Kemarin sudah beli tapi ini tadi ternyata kurang," jelasnya sambil tergesa-gesa.