SEPUTARKUDUS.COM, KRAMAT – Seorang pria berkumis tebal mengenakan baju warna biru dengan sederet
pangkat di dadanya, terlihar duduk di Makodim 0722 Kudus, belum lama ini. Bagi sebagian masyarakat Kudus, tentu tak asing lagi dengan mantan bupati ini. Dialah Kolonel Inf (Purn) Soedarsono, yang juga mantan Komandan Kodim 0722 Kudus 1983-1987. Kepada Seputarkudus.com, dia menceritakan kisah Pasukan Teklek.
Makodim 0722/Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Dia menuturkan, pasukan batalion pertama di Kudus, yakni Batalion 426, dari kumpulan pasukan laskar-laskar yang berjuang sebelum Indonesia
merdeka. Sebagian besar pasukan Batalion 426 datang dari kalangan santri. Menurutnya, Batalion 426 cukup populer dengan sebutan Pasukan Teklek.
“Disebut Pasukan Teklek karena banyak pasukannya tidak memakai sepatu, dan ada pula yang masih membawa sarung,” kata Soedarsono ditemui usai seminar Mengulas Kembali Sejarah TNI di Kodim 0722 Kudus dalam peringatan Ulang Tahun TNI ke-71.
“Disebut Pasukan Teklek karena banyak pasukannya tidak memakai sepatu, dan ada pula yang masih membawa sarung,” kata Soedarsono ditemui usai seminar Mengulas Kembali Sejarah TNI di Kodim 0722 Kudus dalam peringatan Ulang Tahun TNI ke-71.
Dia menjelaskan, Pasukan Teklek Batalion 426 terindikasi mengikuti gerakan Darul
Islam (DI)/ Tentara Islam Indonesia (TII)/Negara Islam Indonesia (NII) pimpinan
Kartosuwiryo. Karena tidak menyerah, akhirnya pasukan TNI di bawah Komando IV
Diponegoro menggempur markas Batalion 426 yang sekarang menjadi Gedung Jam'iyyatul
Hujjaj Kudus (JHK). “Mereka (pasukan Batalion 426) ekstrimis kanan,” tuturnya.
Mantan Komandan Kodim 0722/Kudus Soedarsono. Foto: Imam Arwindra |
Soedarsono mengungkapkan, Pasukan Teklek memiliki kesaktian. Mereka mampu melarikan diri dari sergapan pasukan Diponegoro. Menurutnya, mereka
melarikan diri menuju Merbabu, Sangga Buana Jawa Barat dan di Klaten.
Dia menuturkan, selain keterlibatannya dengan gerakan ekstrimis kanan juga ada
faktor politik dalam kejadian tersebut.
Sejarahwan Kudus Edy Supratno mengungkapkan, Batalion 426
tidak mau menginduk TNI karena merasa sudah besar. Selain itu, mereka juga tidak
mau dipimpin oleh non-Islam. Dia menceritakan, Batalion 426 juga
melakukan perampokan kepada pengusaha non-Islam untuk mencukupi kebutuhan
pasukan. “Mereka bergerak dengan motif kafir,” tuturnya saat ditemui
Seputarkudus.com di kediamannya belum lama ini.
Sejarawan Kudus Edy Supratno. Foto: Imam Arwindra |
Dia menjelaskan, markas Batalion 426 terletak di Gedung Jam'iyyatul
Hujjaj Kudus (JHK) Jalan AKBP R Agil Kusumadya. Dulu tempat tersebut milik Nitisemito yang diberikan kepada Batalion 426 untuk markas pada agresi
militer kedua melawan tentara Belanda.