Latest News

Alumni UMK Mengajar di NTT (2), Malam-Malam Weni Hanya Ditemani Lampu Templok

SEPUTARKUDUS.COM - Sejumlah anak duduk mengenakan pakaian hitam putih pada suasana malam yang dingin, di Desa Halerman, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka sedang mengikuti pentas seni yang hanya dilengkapi penerangan seadanya, tanpa listrik. Pentas seni itu merupakan sepenggal cerita dari Weni Rahmawati, alumni mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) saat berada di sana.

mahasiswa umk mengajar di NTT
Weni berfoto bersama dua rekannya dan warga setempat. Foto: Weni Rahmawati

Weni, begitu dia akrab disapa, mengikuti progam Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) pada 21 Agustus 2015 hingga 5 Agustus 2016. Saat di sana, dia melalui banyak malam tanpa listrik. Di rumah-rumah warga, termasuk tempat tinggal sementara dirinya di sana, lebih banyak menggunakan lampu teplok.

Saat ditemui di kediamannya di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Kota, beberapa hari lalu, Weni menuturkan, di Kampung Halmin, Desa Halerman, tempat dia ditugaskan, pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum mengalir ke sana. Menurutnya, ada listrik namun bersumber dari disel milik pribadi warga Halmin. 

“Hidupnya diesel tidak menentu. Kadang sehari hidup beberapa jam. Kadang tidak dihidupkan sama sekali. Jadi sumber pencahayaan malam hanya dengan sentir,” tututnya.

program mengajar di luar jawa

Lampu teplok yang dibuat dari sisa botol minuman You C1000 yang diberi sumbu dan minyak tanah, menjadi teman setia malam-malam Weni saat tinggal di sana. Setiap dirinya ke kota, dia tidak lupa membeli minuman tersebut untuk dibuat lampu teplok bekas kemasannya. “Tujuan utama saya tidak minum isinya, namun botolnya yang akan dibuat lampu teplok,” ungkapnya sambil tertawa. 

Baca juga: Alumni UMK Mengajar di NTT (1) Weni Terharu Saat Calon Siswanya Berebut Membawakan Ta

Weni yang ditugaskan sebagai pengajar di SMPN Satu Atap (Satap) Halmin menuturkan, untuk alat komunikasi, dia menggunakan telepon genggam. Kebetulan di sana masih terdapat sinyal. Desa Halerman, katanya, merupakan desa terakhir yang terjangkau sinyal handphone. Desa yang berlokasi di sisi timur Desa Halerman menurutnya sudah tidak terjangkau sinyal. 

Program SM3T

“Saya termasuk masih beruntung masih bisa menggunakan handphone. Sinyal yang ada hanya Telkomsel,” terangnya.

Halmin, kata Weni, merupajan kampung yang bersuhu sangat panas saat siang hari. Secara geografis letak perkampungan dekat dengan laut, hutan dan padang savana. Luas keseluruhan Desa Halerman yakni 20 hektare. Kampung Halmin berbatasan dengan Kampung Hirang di sebelah utara, Kampung Nadangpat dan Kampung Ling 'Al di sebelah timur, Selat Ombai di sebelah selatan dan Selat Pantar di sebelah barat.

Kepada Seputarkudus.com dia menuturkan, warga Kampung Halmin berkulit gelap. Atap rumah-rumah mereka terbuat dari seng. Sebagian besar bangunan rumah masih semi permanen. Menurutnya, dia bersama dua temannya tinggal di mess guru. Bangunannya berukuran sekitar 10x5 meter bertembok dan beratap seng. Bangunan tersebut dibangun secara swasembada oleh warga Halmin.

keindahan laut NTT
Jarak antara mess dan sekolah bisa ditempuh dengan beberapa menit berjalan kaki. Daerah tersebut tidak ada kendaraan umum maupun motor. Sebenarnya transportasi utama yakni menggunakan prahu atau kapal motor. “Setiap hari saya berjalan kaki menuju sekolah atau pergi kemana-mana,” tambahnya.

Tempat Weni mengajar yakni di SMPN Satap Halmin. Menurutnya, SMPN Satap Halmin satu-satunya SMP di desa tersebut. Selain dari Kampung Halmin juga terdapat murid dari Kampung Ling ‘Al dan Kampung Hirang. Dia menuturkan, siswa di luar kampung Halmin harus berjalan kaki selama satu hingga satu setengah jam. 

“Dulu SMPN Satap masih satu gedung dengan SD Negeri Probur IV. Tahun pelajaran 2016/2017 Alhamdulillah sudah mempunyai gedung baru. Bangunan permanen cat biru dan beratap biru,” tuturnya.