Akhir di Warung SS Jalan HOS Cokroaminoto, Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Lulusan Stikes Muhammadiyyah
Kudus tahun 2015 tersebut bernama Menurut Akhif Khoiruddin (24). Dia akan berangkat ke Negeri Sakura tersebut pada 29 Oktober besok. Dia akan belajar ilmu keperawatan di Matsudo International School.
“Saya lolos seleksi penerima beasiswa dari sekolah tersebut. Setelah selama sembilan tahun menetap di sana, saya akan pulang ke Indonesia,” tuturnya saat ditemui di warung SS miliknya, belum lama ini.
“Saya lolos seleksi penerima beasiswa dari sekolah tersebut. Setelah selama sembilan tahun menetap di sana, saya akan pulang ke Indonesia,” tuturnya saat ditemui di warung SS miliknya, belum lama ini.
Menurutnya, empat tahun akan dihabiskan untuk belajar. Sedangkan lima tahun setelahnya akan digunakan untuk bekerja di rumah sakit di sana. Dia akan berangkat ke Chiba, Jepang, tempat dirinya akan menuntut ilmu keperawatan melalui bandara International Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
"Satu angkatan saya dari Indonesia ada tiga orang. Empat tahun belajar di Matsudo International School akan dibagi dua tahun belajar minna no nihongo (Bahasa Jepang) dan dua tahun belajar senmon (kejuruan),” tambahnya.
"Satu angkatan saya dari Indonesia ada tiga orang. Empat tahun belajar di Matsudo International School akan dibagi dua tahun belajar minna no nihongo (Bahasa Jepang) dan dua tahun belajar senmon (kejuruan),” tambahnya.
Dia menjelaskan, Jepang saat ini sangat membutuhkan ribuan tenaga perawat. Menurutnya, di
Jepang banyak perawat-perawat yang tidak kompeten dan melakukan malpraktik. Banyak
lembaga swasta maupun lembaga negara Jepang memberikan
beasiswa untuk mendatangkan perawat-perawan dari negara lain.
Akhif menuturkan, selama belajar di Jepang dia juga akan bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko. Menurutnya, di Jepang sistem honor dihitung per jam. Dia memperkirakan, satu jam sebagai penjaga toko akan dibayar sekitar Rp 100 ribu.
Akhif menuturkan, selama belajar di Jepang dia juga akan bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko. Menurutnya, di Jepang sistem honor dihitung per jam. Dia memperkirakan, satu jam sebagai penjaga toko akan dibayar sekitar Rp 100 ribu.
“Saya sudah biasa hidup mandiri sejak saya masih sekolah di Salafiyyah Pati. Jadi nanti untuk makannya saya masak sendiri. Perkiraan saya satu bulan akan habis Rp 2 juta. Kalau makannya jajan sekitar Rp 6 juta per bulan,” ungkap Akhif.
Dia menambahkan, sebenarnya kebutuhan makan di Jepang cukup
terjangkau. Menurutnya, yang mahal penggunaan transportasi umum. Untuk kebutuhan
pakaian dan barang-barang yang lain, dia merencanakan akan sering membeli di chuko (tempat penjualan barang-barang
bekas). “Kalau barang-barang bekas kan harganya lebih murah,” tuturnya.