Suparno menjemur batu bata merah di Desa Payaman, Mejobo, Kudus. Foto: Sutopo Ahmad |
Kepada Seputarkudus.com, Parno begitu dia akrab disapa, mengaku memiliki tiga orang anak, semuanya laki-laki. Anak pertama sudah diwisuda di satu kampus di Yogyakarta. Sekarang anak pertamanya telah bekerja sebagai guru SMK di Yogyakarta, dan akan kuliah S2.
"Yang nomor dua masih kuliah di Universitas Brawijaya Malang, sedangkan yang kecil masih duduk kelas enam SD," ujar Parno.
Sambil mengumpulkan tanah untuk dicetak menjadi bata, dia mengungkapkan, anak keduanya kuliah karena mendapatkan beasiswa. Selama kuliah anak keduanya hanya diberi uang saku dan biaya kontrakan untuk tinggal.
“Dia termasuk anak yang berprestasi, nilai-nilainya sangat bagus. Sering juga dia diikutkan lomba, ke Korea juga pernah,” ungkapnya.
Sejak kecil, Parno mengaku telah terbiasa memegang cangkul. Dirinya merintis usaha pembuatan batu bata bersama dua orang temannya. Parno yang hanya lulus sekolah dasar (SD), ingin anak-anaknya menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Dia tidak ingin anak-anaknya menjadi seperti dirinya. Dia berharap anak-anaknya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak daripada dirinya.
“Apa yang sudah saya alami sebisa mungkin jangan sampai dialami anak saya. Saya bodoh, ya sudah, jadi jangan sampai anak saya ikut-ikutan seperti saya,” ungkapnya.
Parno sangat mendukung penuh apa yang dilakukan anak-anaknya. Ingin belajar di mana dan mengambil jurusan apa, semua diserahkan anak-anaknya. “Saya tidak tahu apa-apa, jadi semua terserah anak saya. Sebagai orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik buat anak saja,” terangnya.
Parno mengaku sudah menekuni pekerjaannya sebagai pembuat batu bata sejak lama. Hasil pekerjaannya tersebut digunakan untuk menghidupi istri dan anak-anaknya, termasuk biaya pendidikan. Dia tidak memasarkan produk batu bata yang dibuatnya. Parno hanya menunggu pembeli datang. "Biasanya ramai pembeli usai Lebaran. Sedangkan untuk saat ini sepi pembeli," tuturnya.
Batu bata yang dia buat dijual seharga Rp 600 per batang. Dia mengaku memiliki pelanggan dari Demak dan Undaan, Kudus. Menurutnya, untuk membuat batu bata, cukup menggunakan tanah liat yang dicampurkan dengan sekam dan air.
"Tanah liat tidak boleh tercampur dengan kerikil sama sekali. Ini untuk menjaga kualitas batu bata yang dibuat agar tidak mudah patah," kata Parno.
Proses selanjutnya, tanah liat yang sudah dicampur di cetak dalam cetakan, jemur di bawah matahari hingga benar-benar kering. Setelah itu, hasil cetakan tanah liat dibakar hingga berwarna merah.