SEPUTARKUDUS.COM, DAMARAN – Ratusan lilin dinyalakan di tengah
acara pengajian umum pada Puncak Peringatan Satu Abad Qudsiyyah di Jalan KHR Asnawi, Sabtu (6/8/2016), yang menghadirkan KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus). Terdengar suara derap
kaki orang berjalan membawa bendera Merah Putih dan Qudsiyyah menuju panggung
utama. Suara lantunan puisi terdengar menggema di tengah kerumunan pengunjung yang hadir.
Saat lampu mulai terang kembali, Gus Mus menuju panggung dengan diiringi puluhan orang yang memakai ikat kepala. Dalam acara tersebut, dia didaulat untuk menceritakan kearifan KHR Asnawi, pendiri Madrasah Qudsiyyah yang juga pendiri Nahdhatul Ulama. Menurut dia, satu di antara pemikiran yang bisa dijadikan teladan yakni kecintaannya pada Indonesia.
Nyala lilin Satu Abad Qudsiyyah Kudus. Foto Imam Arwindra |
Saat lampu mulai terang kembali, Gus Mus menuju panggung dengan diiringi puluhan orang yang memakai ikat kepala. Dalam acara tersebut, dia didaulat untuk menceritakan kearifan KHR Asnawi, pendiri Madrasah Qudsiyyah yang juga pendiri Nahdhatul Ulama. Menurut dia, satu di antara pemikiran yang bisa dijadikan teladan yakni kecintaannya pada Indonesia.
Menurut Gus Mus, KHR Asnawi mencintai Indonesia bukan
karena konsep nasionalisme, melainkan karena pemikiran sederhananya. “Saya
dilahirkan di tanah Indonesia, sujud di tanah Indonesia, maka Indonesia adalah
rumah saya, dan siapa yang mau menginjak-injak dan merusak rumah saya, akan
saya lawan,” kata Gus Mus yang disambut gemuruh tepuk tangan peserta yang hadir.
Gus Murs menceritakan, dahulu KHR Asnawi
mencari ilmu bukan hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Menurutnya,
KHR Asnawi cukup lama belajar di Arab. “Ada yang tahu berapa tahun beliau (KHR
Asnawi) di Arab?” tanya Gus Mus kepada ribuan pengunjung yang hadir.
Gus Mus di acara Satu Abad Qudsiyyah Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Dia melanjutkan, KHR Asnawi bertahun-tahun tinggal di Arab, namun tidak
pernah lupa dengan Indonesia. Saat masih di Arab, KHR Asnawi bersama KH
Hasyim Asy’ari selalu memikirkan bagaimana kemerdekaan Indonesia dapat diraih.
Bahkan dalam selawatnya juga terdapat bait kata yang menyebut Indonesia Raya aman.
“KHR Asnawi sering berdoa di Multazam untuk Indonesia,” terangnya.
Gus Mus yang juga
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), mengungkapkan, satu di antara
keteladanan dari KHR Asnawi yang bisa diikut yakni semangat dalam mencari ilmu.
Menurutnya, hal tersebut sangat tepat, karena saat ini generasi
muda mudah lelah dalam mencari ilmu. “Baru sebentar sudah merasa cukup dengan
ilmunya. Setelah lulus MI (Madrasah Ibtidaiyyah) melanjutkan ke MTs (Madrasah
Tsanawiyyah), setelah lulus nikah,” sindir Gus Mus yang mengundang tawa.
Menurutnya, KHR Asnawi sangat haus akan ilmu. Dia berpindah-pindah tempat dalam menuntut ilmu. Tidak hanya satu syaikh saja, melainkan banyak syaikh yang didatangi untuk diserap ilmunya. "Sehingga dalam berdakwah beliau memiliki apa yang dinamakan ruuhud da'wah,” jelas Gus Mus.
Dia menambahkan, sekarang sedang masanya krisis ruhud da'wah. Istilah dakwah sudah mengalami pergeseran makna. Dakwah sering disamakan dengan amar ma'ruf nahi munkar, padahal berbeda. Menurutnya, dakwah memiliki arti mengajak, sedangkan amar ma'ruf memerintah. "Nahi adalah melarang. Jadi jelas konteksnya berbeda," terangnya.
Menurutnya, KHR Asnawi sangat haus akan ilmu. Dia berpindah-pindah tempat dalam menuntut ilmu. Tidak hanya satu syaikh saja, melainkan banyak syaikh yang didatangi untuk diserap ilmunya. "Sehingga dalam berdakwah beliau memiliki apa yang dinamakan ruuhud da'wah,” jelas Gus Mus.
Dia menambahkan, sekarang sedang masanya krisis ruhud da'wah. Istilah dakwah sudah mengalami pergeseran makna. Dakwah sering disamakan dengan amar ma'ruf nahi munkar, padahal berbeda. Menurutnya, dakwah memiliki arti mengajak, sedangkan amar ma'ruf memerintah. "Nahi adalah melarang. Jadi jelas konteksnya berbeda," terangnya.