Latest News

Dulu Masyarakat Megawon Jauh dari Nilai Agama, Maka Muncullah Tari Bun Ya Ho

SEPUTARKUDUS.COM, MEGAWON – Sebanyak tujuh penari berjalan menuju panggung utama Kirab Budaya Apitan Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kudus. Mereka mengenakan pakaian serba merah dengan bulu hijau dan biru di kepalanya. Mereka sedang mementaskan Tari Bun Ya Ho, tarian asli desa setempat, Sabtu (27/8/2016).
Tari Bun Ya Ho Megawon Kudus
Tari Bun Ya Ho Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Foto: Imam Arwindra
Saat tujuh perempuan masih menari, enam perempuan mengenakan kerudung bergabung. Mereka memakai pakai warna-warni dengan selendang kuning yang dibalutkan di tubuhnya. Sambil memegang keris, mereka ikut menari bersama tujuh orang lainnya. Menurut pelatih tari Winarni Setyoningrum, Tarian Bun Ya Ho yakni tarian asli Desa Megawon yang menceritakan tentang penyebaran agama Islam di desa setempat.

Dia menceritakan asal-usul tari tersebut. Menurutnya, masyarakat Desa Megawon dulunya pemabuk, penjudi dan jauh dari nilai-nilai agama. Akhirnya, muncul tokoh bernama Abdul Jalil Tamyiz seorang ulama dari Bumiayu yang mengajak kebaikan. “Bun Ya Ho berasal dari Bahasa Arab yang bermakna mari berbuat kebaikan,” ungkapnya kepada Seputarkudus.com setelah acara selesai.

Dia menuturkan, 13 perempuan yang menari menggambarkan santri Abdul Jalil Tamyiz yang sedang bertugas menyebarkan Islam. Menurut ceritanya, mengajak kebaikan dilakukan oleh perempuan saat itu dirasa efektif. Santriwati yang menjalankan tugas juga dibekali ilmu beladiri.
Apitan Desa Megawon
Apitan Desa Megawon. Foto: Imam Arwindra

“Tari Bun Ya Ho semua penari perempuan. Kali ini kami memilih anak-anak muda untuk memainkannya,” tambah dia yang tergabung dalam Sanggar Tari Klasik Karwidya Budaya.

Kepala Desa Megawon Nurasag menuturkan, Tari Bun Ya Ho sudah lama tidak dipertunjukkan sejak tahun 1960. Menurutnya, Tari Bun Ya Ho muncul sejak Kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Namun mulai hilang ditahun 1960 karena modernisasi. “Akhirnya tahun 2013, Pemerintah Desa Megawon mulai mementaskan kembali,” terangnya.
Kirab gunungan acara Apitan Desa egawon. Foto: Imam Arwindra
Dalam kegiatan Kirab Budaya Apitan dia menuturkan, terdapat 32 kontingen yang mengikuti pagelaran kirab. Kontingen tersebut dari 20 RT, empat RW dan sisanya dari perwakilan Sekolah Dasar (SD) serta Madrasah Ibtidaiyyah (MI) di Desa Megawon. Menurutnya, mereka membawa gunungan dan tumpeng yang akan dinikmati bersama selepas acara. “Pemerintah Desa Megawon juga menyiapkan 2.000 nasi kepel (nasi yang dibungkus) yang akan dibagikan selepas acara,” ungkapnya.

Nurasag yang menjabat kepala Desa Megawon dua periode menuturkan, Kirab Budaya Apitan yakni wujud rasa syukur warga Desa Megawon karena telah diberikan rezeki dan berkah yang melimpah. Menurutnya, juga sekaligus untuk menjaga budaya daerah. “Semoga warga Desa Megawon selalu makmur, aman, tentram, diberi kesehatan dan keselamatan,” tuturnya.