SEPUTARKUDUS.COM, KALIPUTU - Di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kudus, sejak dahulu sudah terkenal
sebagai sentra produksi jenang. Tetapi berjalanya waktu para pembuat jenang di sana sudah banyak membuat inovasi rasa. Selain membuat makanan dari beras ketan dan gula jawa tersebut, mereka juga memproduksi makanan lainya, satu
di antaranya Madumongso. Selain jenang, camilan ini juga sangat khas dan sering dihidangkan saat Hari Raya Idul Fitri.
Di belakang rumah bercat kuning yang berjarak sekitar 50 meter dari Jalan Sosrokartono, Desa Kaliputu, terdapat ruangan luas dan terlihat seorang pria memegang kalkulator sedang menghitung tumpukan kardus. Rumah tersebut adalah tempat produksi sakligus penjualan Jenang Sinar Fadhil yang juga memproduksi Madumongso yang menjadi hidangan masyarakat Kudus saat Lebaran.
Di belakang rumah bercat kuning yang berjarak sekitar 50 meter dari Jalan Sosrokartono, Desa Kaliputu, terdapat ruangan luas dan terlihat seorang pria memegang kalkulator sedang menghitung tumpukan kardus. Rumah tersebut adalah tempat produksi sakligus penjualan Jenang Sinar Fadhil yang juga memproduksi Madumongso yang menjadi hidangan masyarakat Kudus saat Lebaran.
“Madumongso memang begitu diminati saat Lebaran. Tapi sebenarnya tidak hanya Lebaran, menjelang Hari Raya Idul Adha penjualan
Madumonso naik sangat signifikan. Tetapi di luar hari besar Islam Madumongso kurang
diminati,” kata Muhammad Khoirul Fadhil (28) kepada Seputarkudus.com beberapa waktu lalu.
Pria yang merupakan putra dari Muhammad Yusuf pemilik usaha
pembuatan Jenang Sinar Fadhil tersebut menuturkan, menjelang Hari Raya
khususnya Lebaran, produksi Madumongso di Sinar Fadhil bisa mencapai 100 kilogram dalam sepekan. Sedangkan pada hari-hari biasa hanya memproduksi sekitar 100 kilogram sebulan. Bahkan jumlah tersebut
bisa sampai dua bulan sekali baru produksi.
Menurut Fadhil, Madumongso terkenal dengan rasa khas manis keasaman dan terbuat dari fermentasi tape ketan. Hidangan tersebut sangat dikenal masyarakat Kudus menjadi sajian khas saat Lebaran.
Menurut Fadhil, Madumongso terkenal dengan rasa khas manis keasaman dan terbuat dari fermentasi tape ketan. Hidangan tersebut sangat dikenal masyarakat Kudus menjadi sajian khas saat Lebaran.
“Harga Madumongso dari dulu memang lebih mahal dari jenang, karena proses pembuatan yang lebih lama dan bahan bakunya juga lebih mahal. Dua hal tersebutlah yang menyebabkan Madumongso kami jual Rp 55 ribu per kilogram. Harga itu lebih mahal dua kali lipat dari jenang super yang kami produksi seharga Rp 25 per kilogram. Bahkan hampir tiga kali lipat lebih mahal dari harga jenang biasa yang aku jual Rp 19 ribu per kilogram,” urainya.
Fadhil juga menambahkan, masa kedaluwarsa Madumongso juga
terbilang lama karena mampu bertahan hingga tujuh bulan. Itu lebih lama dari jenang yang masa
kedaluwarsanya direkomendasikan oleh MUI dan BPOM hanya sekitar tiga bulan.
Selain Madumongso, perusahaa jenang Sinar Fadhil juga
memproduksi jenang dengan berbagai varian rasa. Di antaranya, durian, nangka, salak, melon, strowberry, apel, kacang hijau, mangga, coklat, kopi, jahe serta
dodol.
“Selama Ramadan penjualan berbagai macam produksi olahan jenang, madumongso, dan dodol semuanya laris. Dari keseluruhan penjualan ketiga
jenis makanan tersebut selama puasa bisa mencapai satu ton sepekan,” ujarnya.