Masjid ini didirikan seorang Muslim keturunan Tiongkok bernama Tji Wie Gwan, yang tak lain ayah angkat Sultan Hadirin. Dia diperintahkan langsung oleh Sunan Kudus untuk membangun masjid itu, untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar.
Dari depan, tampak gerbang Masjid Wali Loram tersusun dari ratusan batu bata merah setinggi lebih kurang empat meter. Terdapat dua pintu di sebelah utara dan selatan, serta satu pintu utama di tengah. Gerbang itu sangat mirip dengan gerbang Masjid Menara Kudus.
Seputarkudus.com berkesempatan menemui Afrohamanudin (48), Takmir Masjid Wali Loram, Jumat (10/6/2016), di masjid At-Taqwa. Dia sangat antusias berbagi cerita pendirian masjid dan penyebaran Islam di Loram Kulon.
"Gerbang Masjid At-Taqwa dibuat oleh ayah angkat Sultan Hadirin bernama Tji Wie Gwan keturunan Tiongkok. Pembangunan dilakukan sekitar tahun 1596-1597 masehi," kata Afrohamanudin mengawali cerita pembangunan Masjid Wali Loram.
Menurutnya, pembangunan gerbang tersebut merupakan perintah langsung dari Sunan Kudus. Bangunan yang dibuat Tji Wie Gwan membuat masyarakat Loram yang saat itu masih menganut Hindu-Buddha, tertarik untuk datang melihat.
Tidak hanya gerbang, Afrohamanudin menyebut Tji Wie Gwan juga membuat bangunan masjid yang kini dikenal masyarakat dengan nama Masjid Wali Loram. “Nama masjidnya lebih dikenal Masjid Wali Loram. Karena saat Pemerintahan Orde Baru mengharuskan ada penamaan masjid, akhirnya Masjid Wali Loram di beri nama Masjid Jami At-Taqwa,” jelasnya.
Dia menuturkan, pada masa itu, masyarakat Loram mayoritas menganut Hindu-Buddha. Karena Tji Wie Gwan membuat gapura yang menyerupai tempat ibadah agama yang dianut masyarakat sekitar, hal itu membuat banyak warga yang penasaran dan datang untuk melihat.
“Masyarakat Loram penasaran ingin tahu apa yang ada di balik gerbang. Masyarakat yang masuk ke masjid, oleh Tji Wie Gwan diperkenalkanlah fungsi bangunan masjid,” tambahnya.
Tji Wie Gwan, katanya, juga mengajarkan budaya dan Islam kepada warga Loram yang masuk ke masjid. Akhirnya, banyak masyarakat Loram yang masuk Islam. “Karena kepandaiannya dalam membuat bangunan dan menyebarkan Islam, Tji Wie Gwan mendapatkan julukan Sungging Badar Duwung. Sungging artinya ahli ukir, Badar sama dengan batu dan Duwung artinya tatah)” jelasnya.
Awal Penyebaran Islam Di Loram
Afrohamanudin menjelaskan awal masuknya Islam di wilayah Loram. Ketika terjadi gejolak perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, Sunan Kudus yang saat itu masih menjadi Senopati lebih memilih keluar dari Kerajaan. Dia ingin melanjutkan penyebaran Islam ke wilayah utara. “Sebelumnya, Sunan Kudus bertemu Kiai Telingsing untuk memberitahukan keinginannya menyebarkan agama Islam ke wilayah arah utara,” tuturnya.Pertemuan antara Sunan Kudus dan Kiai Telingsing, kata Afrohamudin terjadi wilayah Loram. Karena melihat Loram dekat dengan jalur transportasi air dan memiliki tanah yang subur, akhirnya diputuskan menyebarkan agama Islam di Loram dengan membangun sebuah tempat untuk berdakwah.
“Ketika itu yang disuruh Sunan Kudus untuk menyebarkan agama Islam di Kudus selatan yakni Sultan Hadirin menantu dari Sunan Kudus,” jelasnya.
Dia mengisahkan, Sultan Hadirin yang menjadikan Dewi Prodo Binabar (Putri Sunan Kudus) sebagai istri keduanya, mengajak ayah angkatnya Sungging Badar Duwung untuk membantu berdakwah di Loram. “Lalu dibuatlah gapura menyerupai tempat ibadah agama Hindu-Buddha yang di dalamnya ada masjid,” tambahnya.
Menurutnya, Sunan Kudus sudah mengetahui Sungging Badar Duwung ahli dalam bidang bangunan dan ukir. Karena sebelumnya telah menyelesaikan Masjid Mantingan di Jepara yang konon membuat Sunan Kudus terpesona. “Ada yang menceritakan, Sunan Kudus sendiri yang meminta untuk dibuatkan bangunan Masjid di Loram,” ungkapnya.