Dia merupakan satu dari sekian pelaku seni graffiti dan Mural dari Semarang, yang didatangkan ke Kopi Cilik oleh sebuah komunitas yang bernama Kudus Street Art.
Satrio menuturkan, pada acara yang diselenggarakan Kudus Street Art, Sabtu (4/6/2016) tersebut, dia ingin menggambar sebuah obyek yang berbentuk Chameleon dengan menggunakan cat Pilox. “Chameleon itu seekor bunglon besar yang mengingatkan sebuah karakter, agar kita bisa menjadi orang yang bersahaja, dan bisa menyesuaikan diri dimanapun kita berada,” ujar Satrio kepada Seputarkudus.com.
Menurut Danang (22) satu di antara anggota Kudus Street Art dan sekaligus panitia acara tersebut menuturkan, komunitasnya memang rutin mengadakan sebuah acara minimal tiga bulan sekali. Sedangkan untuk acara malam itu yang bertema Spray Vacation, selain para anggota komunitas Kudus Street Art beriuran juga didukung sponsor.
Danang menjelaskan Kudus Street Art di bentuk pada tahun 2012 dengan tujuan untuk mewadai para pelaku seni street art yang meliputi dari seni mural dan graffiti di Kudus. Yang membedakan antara graffiti dan mural itu selain dari cara serta bahan untuk menggambar, juga karakter dari gambar tersebut.
“Kalau graffiti itu lebih ke seni jalanan dan hasil gambarnya membentuk sebuah obyek serta menuangkan karakter dari pelaku seni tersebut. Sedangkan mural itu, gambar yang mengusung sebuah konsep dan pesan tertentu,” ujarnya.
Selama ini Kudus Stret Art belum mempunyai besecamp tetap, biasanya anggota berkumpul di rumah satu di antara anggota komunitas, atau berkumpul di kafe. Anggota Kudus Street Art setiap bulan mengeluarkan iuran untuk kas sebesar Rp 5 ribu.
“Waktu pertama didirikan Kudus Street Art beranggotakan 15 0rang, sedangkan sekarang anggota Kudus Street Art berjumlah sekitar 40 0rang yang kebanyakan mahasiswa,” kata Danang.