Mereka memukul secara bersamaan alat tersebut dengan tempo yang berbeda. Hingga terdengar sinkronsinasi suara dari alat satu dengan alat yang lainya. Itu menjadikan suara yang dihasilkan enak didengar. Dani Raka Syahputra (23), Ketua DKC mengatakan, sebelum Ramadan DKC setiap Sabtu sore pukul 16.00 WIB berkumpul serta latihan di Simpang Tujuh Kudus.
Sejak puasa, latihan di Simpang Tujuh Kudus menjadi dua mingggu sekali. Karena menurutnya pada bulan Puasa latihan tidak maksimal. "Makanya pada bulan Ramadan ini kami tetap berkumpul tetapi waktunya dibuat dua pekan sekali,” ujar pria yang akrab disapa Dani kepada Seputarkudus.com, belum lama ini.
Bagi anggota wanita, katanya, mereka pulang setelah salat Maghrib di Masjid Agung. Sedangkan untuk yang pria melanjutkan latihan sampai larut malam atau mengobrol tentang kegiatan hadroh di grup masing-masing.
Dani menuturkan, semua yang terdaftar anggota Darbuka Kudus Club kebanyakan ikut hadroh. Jadi mereka hampir semua sudah ahli memainkan alat tersebut. Sedangkan di DKC mereka mengasah ke kompakan, serta tempo penabuhan darbuka biar tidak tumpang tindih satu dengan yang lainya.
Pria yang tercatat sebagai warga Desa Prambatan, Kecamatan Kaliwungu, Kudus, mengatakan, DKC tebentuk pada 2013, dengan anggota saat itu hanya lima orang. Saat ini sekarang anggota DKC sudah sekitar 40 orang yang semuanya orang Kudus, Meskipun berasal dari desa yang berbeda.
“Sebenarnya yang ingin ikut masuk komunitas DKC banyak, tetapi mereka kebanyakan terkendala harga darbuka yang lebih dari Rp 1 juta. Untuk seif percusion harga paling murahnya mencapai Rp 1,4 juta, sedangkan untuk yang ukuran jumbo harganya sekitar Rp 2,2 juta,” ungkap Dani.