Istrinya terpaksa membayar beberapa orang untuk memikul jasad suaminya ke sebuah hutan untuk dikuburkan. Di dekat hutan itu ada sebuah bukit. Di bukit itu ada seorang pertapa yang dikenal penduduk Basrah sangat zuhud. Pertapa itu turun dari bukit dan menyalatkan jasad pemabuk itu.
Tak lama kemudian kabar pertapa yang turun bukit dan menyalatkan jasad pemabuk, tersiar ke penduduk Basrah. Para penduduk yang mengenal pertapa itu sebagai orang yang alim, berbondong-bondong datang ke lokasi jasad pemabuk untuk dikebumikan. Mereka kemudian menyalatkan dan mengubur jasad pemabuk.
Seorang penduduk kemudian bertanya, "mengapa engkau harus turun dari pertapaan dan menyalatkan jasad pemabuk ini," tanya penduduk kepada pertapa.
"Aku diperintahkan untuk turun dari bukit karena ada jenazah seseorang yang telah diampuni dosanya oleh Allah, namun tak ada satu pun orang melainkan istrinya," kata pertapa kepada penduduk.
Para penduduk pun heran dengan jawaban yang diucapkan pertapa itu. Pertapa kemudian bertanya kepada istri pemabuk, amal baik apakah sehingga suaminya mendapat ampunan.
"Penduduk sudah tahu siapa suamiku. Dia adalah pemabuk yang hari-harinya dihabiskan di kedai-kedai arak," kata istrinya.
"Namun tidak ada yang tahu, setelah dari kedai dan pulang ke rumah di waktu Subuh, dia tersadar dan segera mengganti pakaiannya. Lalu dia mengambil air wudlu dan bersembahyang Subuh. Setelah itu dia kembali kedai arak dan mabuk lagi," ceritanya.
Istrinya juga mengungkapkan, di rumah suaminya yang pemabuk itu tidak pernah kosong dari anak yatim. Suaminya sangat menyayanginya melebihi anak kandungnya. Dan terkadang, ketika suaminya tersadar setelah mabuk, dia menangis dan berkata.
"Ya Allah, di neraka jahanam bagian manakah Engkau akan tempatkan penjahat ini?" (Wallahu A'lam)