Tiba-tiba ada seorang pemuda bertanya kepada Abdul Wahid tentang ayat tersebut.
"Benarkah Allah akan membayar harta dan jiwa setiap Muslim dengan surga."
Dijawablah pertanyaan tersebut oleh Abdul Wahid, "Benar wahai anak muda."
"Maka, persaksikan bahwa saya akan menjual jiwa dan hartaku untuk surga Allah," kata pemuda tersebut.
"Jangan, kamu masih muda. Saya khawatir kamu tak sabar dan kuat dalam peperangan ini," kata Abdul Wahid.
"Tidak, aku akan menjual jiwa dan hartaku kepada Allah," tegas pemuda tersebut.
Pemuda tersebut belum lama ditinggal ayahnya, dan mendapat warisan harta yang begitu banyak. Dia menyumbangkan hartanya, kecuali kuda, senjata, dan bekal untuk berangkat ke medan peperangan.
Di perjalanan menuju Romawi, pemuda itu berpuasa pada siang hari, dan mengerjakan salat pada malamnya. Dia juga melayani kebutuhan para tentara, dan menjaga mereka saat tidur, hingga di perbatasan Romawi.
Setelah berhadapan dengan tentara Romawi, pemuda tersebut berteriak, "Aku tak sabar ingin berjumpa Ainatul Mardliyah." Abdul Wahid dan semua tentara heran, dan menganggapnya tak waras. Lalu dia bertanya kepada pemuda tersebut, siapa Ainatul Mardliyah.
Pemuda tersebut kemudian bercerita. Dalam tidurnya, dia bermimpi melihat sekumpulan wanita cantik lengkap dengan perhiasan di sebuah kebun, di tepi sungai. Wanita-wanita itu berkata, "lihatlah, itu suami Ainatul Mardliyah." Pemuda itu kemudian bertanya, "adakah di antara kalian yang bernama Ainatul Mardliyah." Wanita-wanita itu menjawab, "kami hanya pelayan, ke sanalah, kamu sudah ditunggu Ainatul Mardliyah."
Pemuda tersebut kemudian pergi menyusuri sungai susu yang tak berubah warna dan baunya. Di sebuah sungai anggur, dia melihat sekumpulan wanita-wanita cantik, namun tak ada yang bernama Ainatul Mardliyah. Dia kemudian berjalan lagi, dan sampai di tepian sungai madu, dan dia lagi-lagi melihat sekumpulan wanita-wanita cantik, yang mengaku sebagai pelayan Ainatul Mardliyah.
Sampailah dia pada sebuah tempat, dan melihat bangunan yang terbuat dari permata putih. Dia masuk ke dalam, dilihatnya seorang gadis yang sangat cantik yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Gadis itu mengenakan perhiasan dari yaqut, dan duduk di sebuah singgasana emas.
"Wahai suamiku, waktumu sudah dekat," kata wanita itu. Ketika hendak memeluk wanita itu, pemuda tersebut dicegah. "Sabarlah suamiku, kamu masih hidup. Tapi jangan kecewa, Magrib nanti kamu akan berbuka bersamaku di sini." kata wanita itu. Tak lama kemudian, pemuda itu terbangun dari tidurnya.
Tak lama setelah bercerita, pasukan musuh datang menyerang, dan pemuda itu maju ke depan dan menghadapi musuh. Sembilan orang musuh berhasil dibinasakan pemuda itu dengan senjatanya. Namun hari itu dia gugur dengan keadaan tersenyum.