Latest News

Tukang Becak di Kudus Ini Punya Anak Kuliah di Semarang, Sepekan Diberi Uang Saku Rp 50 Ribu

Di depan sebuah kios penjual buah Sudimoro di sebelah selatan Pasar Bitingan, tampak beberapa penarik becak menunggu penumpang. Satu di antara Mashadi (57), tukang becak yang memiliki dua anak yang kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di Semarang.
becak di kudus
Mashadi menunggu penumpang di becaknya. Foto: Prabu Sipan

Mashadi menceritakan, anak pertama seorang laki-laki, sedangkan yang  kedua dan ketiga perempuan. Tetapi yang kuliah di perguruan tinggi cuma dua, anak pertama dan anak terakhir. Sedangkan anak  yang kedua sudah menikah.

Anak pertamanya, kata Mashadi, bernama Nurul Muttaqin. Dia kuliah di Undip Jurusan Bahasa Inggris. Dia bisa kuliah karena mendapatkan beasiswa. “Putraku itu memang termasuk berprestasi di sekolahnya. Dia mendapatkan beasiswa sejak sekolah SMA Al-Ma’ruf hingga sampai kuliah di Undip,” kata pria yang berasal dari Desa Undaan Kidul, Kecamatan Karanganyar, Demak.

“Kalau tidak dapat beasiswa mana mungkin aku bisa membiayai anaku kuliah di Undip, sedangkan aku hanya seorang tukang becak, “ ujarnya kepada Seputarkudus.com beberapa waktu lalu.

Pada tahun 2002, anak Mashadi mulai masuk kuliah di Undip dan selama itu dirinya hanya mampu memberikan uang Rp 50 ribu setiap pekan.

“Aku tahu uang tersebut tidak seberapa dan bahkan untuk makan selama sepekan saja tidak cukup. Tapi dengan semangat untuk dapat gelar sarjana, dia kerja sampingan agar mampu bayar kos serta makan di Semarang. Alhamdulillah sekarang dia sudah lulus dan sudah bekerja di sebuah perusahaan media di Semarang. Dan sekarang dia juga yang membiayai adik bungsunya kuliah di Unnes,“ jelasnya.

Mushadi menuturkan putri bungsunya tersebut bernama Khoirus Sholikhah yang saay ini masih kuliah di Unnes, Jurusan Ekonomi dan saat ini sudah baru semester lima.

20 Kilometer Kudus-Demak Mengayuh Becak

Mashadi sudah puluhan tahun jadi tukang becak di Pasar Bitingan, dan dia selalu mengayuh becaknya pulang pergi dari desanya ke Pasar Bitingan setiap hari. Jarak antara desanya dan Pasar Bitingan sekitar 20 kilometer. Menurutnya penghasilan menjadi tukang becak tidak seberapa. Apalagi sekarang ini, sehari hanya mendapat sekitar Rp 30 ribu.

Meski dengan hasil yang tak seberapa, dia mengaku tetap menekuninya karena tidak punya keahlian lain. “Mau kerja apalagi, bisanya dari dulu cuma narik becak, ya ditekuni saja. Aku percaya rezeki sudah ada yang mengatur dan Allah tidak pernah tidur kok,” pungkasnya.