Tasrikan (90), beristirahat di bawah tenda stan Dandangan, Jalan Sunan Kudus. Tiap hari dia harus berjalan kaki belasan kilometer untuk menjual kemoceng. Foto: Rabu Sipan |
Dia bercerita, dirinya naik angkot dari Jepara hingga di Desa Jember, Kecamatan Kota. Dari Jember dia berjalan kaki untuk menjajakan kemoceng yang dijual. Kebetulan, saat ini digelar tradisi Dandangan. Dia menawarkan kemoceng kepada pengunjung yang datang di acara tersebut.
“Sudah keliling-keliling dari tadi pagi, tapi baru laku dua,” uajar Tasrikan sambil memijit-mijit kakinya saat istirahat di bawah tenda stan Dandangan, Senin (30/5/2016).
Tasrikan membuat sendiri kemoceng-kemoceng itu. Biasanya dia berjualan keliling di wilayah Jepara. Karena saat ini ada tradisi Dandangan, dia datang ke Kudus. Dia sengaja datang siang hari, karena even tersebut mulai ramai saat sore dan malam.
“Aku sengaja datang siang soalnya Dandangan kan ramainya sore dan malam. Tetapi aku jualannya tidak sampai malam, paling sampai pukul 17.00, “ kata Tasrikan kepada Seputarkudus.com
Tasrikan mengatakan, ada yang terjual atau tidak kemoceng yang dia bawa, dia tetap pulang ke Welahan. Karena di Kudus tidak dirinya tak memiliki kerabat, jadi tidak ada tempat untuk menginap.
Tasrikan menjual kemoceng dengan harga Rp 10 ribu dan Rp 20 ribu, tergantung panjang atau pendek gagang kemoceng. “Aku berharap ada pedagang yang mau memborong atau menampung kemoceng saya, supaya tidak berjualan keliling lagi,” katanya penuh harap.