SEPUTARKUDUS.COM, ALUN-ALUN – Sejumlah orang duduk melingkar tak jauh dari median jalan, Alun-alun Simpang Tujuh Kudus. Namun tak satupun kata keluar dari mulutnya. Mereka hanya tampak menggerakkan tangannya. Sesekali
mereka tersenyum, menandakan ada suatu hal yang lucu sedang mereka bahas. Ternyata, mereka adalah para penyandang disabilitas tuna rungu di Kudus yang memanfaatkan Car Free Day untuk berkumpul.
Komunitas Patuku berkumpul saat Car Free Day. Foto: Imam Arwindra |
Tak berapa lama kemudian, beberapa orang bergabung dalam lingkaran duduk. Mereka bersama-sama mengeja abjad menggunakan bahasa isyarat mulai
dari A hingga Z.
Mohammad Rasid (22), pendamping Paguyuban Tuna Rungu Kudus (Patuku) menuturkan, mereka sering berkumpul saat Car Free Day di Alun-alun. Biasanya mereka juga mengajarkan bahasa isyarat kepada orang yang ingin belajar.
Mohammad Rasid (22), pendamping Paguyuban Tuna Rungu Kudus (Patuku) menuturkan, mereka sering berkumpul saat Car Free Day di Alun-alun. Biasanya mereka juga mengajarkan bahasa isyarat kepada orang yang ingin belajar.
“Saya tertarik belajar bahasa isyarat. Karena sering berkumpul akhirnya saya
resmi bergabung komunitas ini,” ungkap Rasid yang bukan penyandang disabilitas.
Menurutnya, komunitas yang dia ikuti mempunyai
solidaritas yang kuat. Anggotanya saling membantu. Selain berkumpul mereka juga
sering membuat kegiatan untuk penyandang distabilitas yang lain.
“Saya kagum dengan komunitas ini. Walaupun
secara fisik mereka kurang, namun jiwa sosial mereka sangat tinggi,” ungkap warga Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Minggu (22/5/2016).
Saat Seputarkudus.com menanyakan siapa ketua
Patuku, Rasid menunjuk seorang laki-laki yang ada di sebelahnya. Dia
memperkenalkan nama menggunakan bahasa isyarat, kata Rasid dia bernama Zulfi.
Dengan dibantu Rasid untuk menerjemahkan, Zulfi menjelaskan, komunitas yang dipimpinnya itu dibentuk pada 2014. Jumlah anggota yang sudah
bergabung 25 orang.
Dia menambahkan, selain berkumpul,
komunitasnya juga sering melakukan kegiatan sosial, terutama untuk sesama
penyandang distabilitas. “Kalau mau ikut berkumpul kami terbuka lebar,”
ungkapnya dengan bahasa isyarat yang telah diterjemahkan Rasid.
Rasid memberitahukan, beberapa anggota Pituku
kebanyakan mempunyai usaha. Misalnya, Zulfi, mempunyai
usaha cuci motor di Desa Karangsambung, Kecamatan Bae. “Selain aktif di komunitas, kami juga berlatih
untuk mandiri,” tambahnya.