Latest News

Kakuati, Bahasa Jawa Khas Kudus Ternyata Unik

SEPUTAR KUDUS - Ilustrasi Bahasa Jawa khas Kudusan.
SEPUTAR KUDUS - Anda sedang mendengar orang berbicara odhak ndandeh, odhak ndenger, nggonem, engko pek, ape mangkat, puteh, ngeleh, piye tah, lapo tah, hola-holo, atau umpatan khas, kakuati, berarti anda sedang ada di Kota Kretek, Kudus. Kata, frasa, dan ungkapan tersebut merupakan beberapa di antara kata dalam Bahasa Jawa khas Kudus, yang hingga kini masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Beberapa Bahasa Jawa Kudusan yang mudah dikenali, kata "mu" yang menunjukkan kepemilikan, berubah menjadi "em". Misalnya, nggonmu berubah menjadi nggonem, atau mbokmu berubah menjadi mbokem. Contoh lain, klambimu berubah menjadi klambiem atau klambinem, sepatumu berubah menjadi sepatuem atau sepatunem.

Di dalam Bahasa Jawa Kudusan, kata yang diakhiri "ih" berubah menjadi "eh". Misalnya kata putih menjadi puteh, kata ngelih berubah menjadi ngeleh, kata ngalih berubah menjadi ngaleh. Contoh kata lain yang sering diucapkan, kata mulih berubah menjadi muleh.   

Kata khas lainnya dalam dialeg masyarakat Kudus yang masih sering digunakan, yakni "tah". Kata tersebut serupa dengan kata "sih", yang digunakan masyarakat Jepara, dan "leh" oleh masyarakat di Pati. Misalnya, piye sih, oleh masyarakat Kudus akan berubah menjadi piye tah. Contoh lain, lapo leh, oleh masyarakat Kudus akan berubah menjadi lapo tah.

Kurang lengkap jika tidak menginventaris umpatan dalam tulisan ini. Seperti di daerah lainnya, masyarakat di Kudus juga memiliki umpatan-umpatan khas yang masih bisa didengar hingga saat ini. Di tingkatan umpatan paling rendah, dan banyak masyarakat Kudus melafalkannya, yakni kakuati. Di grade yang lebih tinggi ada kata kangkrengane. Kata tersebut mirip kata kakekane, sebuah umpatan khas Semarang.

Kata umpatan yang dilafalkan dengan nada lebih tinggi, yakni dianthoki, atau sering diperpendek menjadi thoi. Kata tersebut mirip dengan kata jancuk, umpatan khas Jawa Timuran. Dan, umpatan dengan level nada tertinggi, yakni menyebut organ tubuh seseorang yang diumpat, ditambah akhiram "em". Misalnya, mataem, cangkemem, ususem, dan lain sebagainya. Sedangkan kata yang khas yang untuk menilai orang yang kurang pandai, digunakan kata hola-holo. Kata tersebut serupa dengan kata pekok, yang sering diucapkan orang Semarang. 

Sejumlah kata lain Bahasa Jawa khas Kudusan, di antaranya ndipek (disik) atau sering dipendekkan menjadi pek. Kata opo-opo atau sering dipendekkan menjadi popo, di Kudus berubah menjadi ndandeh. Sedangkan kata ngerti, di Kudus akan berubah menjadi ndenger. Dan kata ameh atau meh, di Kudus akan berubah menjadi ape.

Sebenarnya ada banyak kata atau frasa dan ungkapan khas Kudusan lainnya. Namun, karena keterbatasan waktu riset, membuat tulisan ini sedikit dangkal, karena hanya bersumber dari tutur masyarakat sehari-hari. Jika ada yang serius membuat riset tentang Bahasa Jawa khas Kudusan ini lebih dalam, bahkan bisa dibuat menjadi kamus, tentu akan sangat menarik, bukan?   

Penulis: 
Mase Adi Wibowo