Raeni, mahasiswi terbaik di Unnes diantar ayahnya menggunakan becak saat wisuda. |
Selain cantik, mahasiswi yang dinobatkan sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,96. Yang banyak menjadi perhatian, bukan karena kecantikan dan prestasinya, namun karena dia berangkat wisuda diantar ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak.
Senyum mengembang keduanya tampak saat tiba di lokasi wisuda, di kampusnya. Mengenakan kebaya lengkap dengan toga, wajah Raeni tampak cerah pagi itu. Hal tak berbeda juga ditunjukkan Mugiyono, yang selalu menebar senyum kepada siapa saja. Tak ada raasa malu maupun canggung, tampak dalam wajahnya. Dia justru tampak bangga, karena anaknya berhasil menjadi yang terbaik, meski dirinya hanya seorang tukang becak.
Becak yang digunakannya itu, merupakan kendaraan yang sehari-hari dipakai untuk mencari nafkah. Setiap hari, Mugiyono mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Dengan becak itulah, Mugiyono menghidupi keluarganya, termasuk membiayai kuliah Raeni. Sebagai tukang becak, penghasilan Mugiyono tak menentu. Kadang sehari bisa mendapat Rp 50.000, namun tak jarang jika sepi penumpang, dia hanya bisa membawa pulang Rp 10.000.
Sepetri dikutip laman resmi Unnes, sebelum menjadi tukang becak, Mugiyono merupakan buruh di sebuah perusahaan kayu lapis di Kendal. Setelah tidak bekerja lagi di sana, dia memutuskan untuk menarik becak. Selain itu, untuk menambah penghasilan, dia menjadi penjaga malam di sebuah sekolah di Kendal. Upah yang diterima dari sekolah, sebesar Rp 450.000.
Menjadi seorang anak dari keluarga kurang mampu, tidak membuat Raeni kecil hati. Dia justru mampu menunjukkan prestasinya. Hal itu dibuktikannya saat meraih beasiswa Bidikmisi di kampusnya. Tak hanya itu, dia juga tercatat berkali-kali meraih IPK 4, luar biasa. Prestasinya tersebut mampu dipertahankannya hingga lulus, sehingga dinobatkan menjadi wisudawan terbaik.
Seusai menempuh pendidikannya di Unnes, Raeni berniat melanjutkan jenjang pendidikannya lebih tinggi. Dia saat ini tengah mengincar beasiswa lagi, untuk bisa belajar di Inggris. Sebagai orangtua, Mugiyono mengaku sangat bangga, sekaligus mendukung keinginan anaknya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Dia juga sangat mendukung, agar anaknya mampu meraih cita-citanya untuk menjadi seorang guru.
Cerita di atas, sangat inspiratif. Bagaimana seorang anak dari keluarga kurang mampu, bisa membuktikan kepada khalayak sebagai yang terbaik. Segala keterbatasan tidak menjadi halangan, namun justru menjadi penyemangat. Salut. (Mase Adi Wibowo)