Tak hanya orang-orang dewasa, sejumlah anak-anak juga mengumpulkan pasir menggunakan pengki. Pasir tersebut ditumpuk di tepi sungai, untuk kemudian dijual kepada pengepul pasir. Aktivitas sejumlah warga di bantaran Sungai Gelis tersebut, sempat menyita sejumlah pengguna jalan yang melintasi Jalan Sunan Kudus. Warga tidak hanya melihat kondisi sungai pasca-air sungai meluap dan mengakibatkan sejumlah rumah terbawa arus, namun mereka juga melihat sejumlah warga yang mengambil pasir.
Tidak hanya warga di bantaran Sungai Gelis di Jalan Sunan Kudus, sejumlah warga di bantaran sungai di Desa Panjang juga melakukan hal serupa. Mereka berbondong-bondong mengeruk endapan pasir yang tertinggal di tepi sungai, tepatnya di bendungan Desa Panjang.
SEPUTAR KUDUS - Kondisi Sungai Gelis saat hujan deras yang mengguyur wilayah Kudus beberapa waktu lalu. Akibat guyuran hujan, sejumlah daerah di Kudus terendam banjir. |
Material pasir yang mengendap itu terbawa air sungai dari kawasan Pegunungan Muria. Dibanding dengan pasir dari Muntilan, Magelang, kualitas pasir dari Sungai Gelis lebih buruk. Karena pasir dari sungai itu bercampur tanah padas yang tergerus air. Sedangkan pasir dari Muntilan, memiliki kualitas yang bagus karena keluar dari letusan Gunung Merapi.
Pasir Sungai Gelis sudah dikenal sejak lama, meski memiliki kualitas yang kurang bagus. Sejarah mencatat, pembangunan Masjid Menara Kudus pada 1918 menggunakan pasir dari sungai yang tak jauh dari masjid yang didirikan Sunan Kudus itu. KHR Asnawi yang memelopori pembangunan Masjid Menara Kudus, mengajak para santri untuk mengambil pasir Sungai Gelis sebagai material. Bangunan masjid di bagian paling depan dan memiliki kubah itu, hingga kini masih dirawat dan dijaga. (Suwoko)