Latest News

Sejarah Penolakan MTA di Kudus

SEPUTAR KUDUS - Ilustrasi
SEPUTAR KUDUS - Beberapa hari terakhir ini, warga Nahdhatul Ulama (NU) di Kudus diresahkan keberadaan Jamaah Majlis Tafsir Alquran (MTA). Pasalnya, organisasi tersebut menyatakan, tahlilan merupakan kegiatan sesat dan lebih berdosa dari perbuatan zina. Oleh karenanya, Pengurus NU Cabang Kudus, menolak kehadiran MTA di Kabupaten Kudus.

Ketua Pengurus Cabang NU Kabupaten Kudus, KH Chusnan menyatakan penolakan keberadaan jamaah atau organisasi yang berdiri sejak tahun 1972 di Surakarta tersebut di Kabupaten Kudus. Menurutnya, banyak warga NU di Kudus, khususnya kalangan pemuda, merasa resah dengan berbagai pernyataan MTA, terkait dengan amaliyah warga NU yang dinyatakan tidak sesuai dengan Al-Quran dan Hadist.

"Banyak kalangan muda NU yang mendengar pernyataan MTA tersebut dari siaran radio milik MTA. Di antara pernyataan yang meresahkan, antara lain, tahlilan yang dianggapnya sesat dan lebih berdosa dari zina. Selain itu, organisasi tersebut menghalalkan daging anjing dan kalong, menurut kami, ini sudah sangat meresahkan kami," kata Chusnan, Minggu (29/1/2012) kemarin.

Bagi warga NU secara umum, menurut Chusnan, tahlilan merupakan amaliyah atau kegiatan keagamaan yang telah menjadi tradisi. Dalam kegiatan tersebut, masyarakan Nahdhiyyin membaca kalimat-kalimat tahlil, yang mengagungkan ke-esa-an Tuhan. Jika hal itu dianggap sesat dan berdosa oleh MTA, hal itu sama artinya dengan mengganggu ketentraman warga Nahdhiyyin.

"Kami sangat menghargai perbedaan, dan menganggap khilafiyah atau beda pendapat sebagai hal yang biasa. Buktinya, selama ini kami hidup berdampingan dengan warga jamaah lain, seperti Muhamadiyah dengan sangat baik. Namun, jika ada seseorang atau sebuah organiasasi yang menjelek-jelekkan perbedaan tersebut, jelas kami tidak terima," tegas Chusnan.

Dibubarkan Paksa

Sementara itu, Sabtu (28/1/2012) kemarin, acara pengukuhan MTA perwakilan Kudus di Gedung Ngasirah, Jalan Jenderal Sudirman, Kudus, dihentikan paksa sekitar pukul 11.00. Ratusan masa yang mengatasnamakan Gerakan Aksi Damai Anti-MTA, gabungan dari sejumlah organisasi di bawah NU, antara lain, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU), Barisan Ansor Serbaguna (Banser), Gerakan Pemuda (GP) Ansor, dan Fatayat, serta organisasi kemahasiswaan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kudus, meminta acara tersebut dihentikan.

Sekitar 200 personil kepolisian Polres Kudus, disiagakan di depan pintu gerbang Gedung Ngasirah, untuk mencegah massa agar tidak masuk ke dalam gedung. Selain itu, juga disiagakan puluhan personil Brimob, di Mapolres Kudus.  Sementara, Jalan Jenderal Sudirman ditutup dan pengguna jalan dialihkan ke jalan lain. Dalam aksi tersebut, tidak ada kerushuhan yang terjadi. Jamaah MTA meninggalkan gedung, dengan kendaraan bus dan kendaraan pribadi, dengan kawalan aparat kepolisian.

Menurut salah satu tokoh muda NU di Kudus yang turut dalam aksi tersebut, Amir Faisol mengatakan, MTA telah membuat masyarakat yang saat ini hidup damai dalam perbedaan dan pluralisme menjadi terusik. Oleh karenanya, kalangan muda NU sepakat untuk menggagalkan deklarasi yang akan diselenggarakan di tempat tersebut.

"Dalam aksi itu, kami tidak melakukan kekerasan apapun, karena hal itu pantang bagi kami. Kami hanya meminta, agar MTA tidak membuat suasana di Kudus semakin panas, dengan melakukan deklarasi di Kudus," tutur Faisol, Sabtu (28/1/2012) kemarin.

Menurut Faisol, dari ribuan jamaah yang hadir dalam acara pengukuhan tersebut, hanya segelintir warga Kudus yang datang kesana. Di lihat dari plat nomor kendaraan yang ada, kebanyakan datang dari Solo. Selain itu, MTA juga telah menyiagakan puluhan Satgas yang menggunakan baju loreng mirip tentara, yang membuat massa semakin marah, dan menganggap MTA sengaja membuat kegiatan tersebut untuk memancing kemarahan.

Saat dihubungi terpisah, perwakilan MTA Kabupaten Kudus, Rozaq Al-Abat mengaku tidak menyebarkan pernyataan-pernyataan yang telah dituduhkan. Menurutnya, MTA hanya mengajarkan ajaran Islam yang sesuai dengan Alquran dan Hadist.

"Kami menyayangkan kejadian kemarin, karena kegiatan yang kami selenggarakan telah melalui prosedur yang berlaku. Di antaranya pemberitahuan ke pihak kepolisian, serta Pemerintah Daerah. Perwakilan Bupati juga datang memberikan sambutan kok," ujar Rozak.

Terkait dengan pembubaran sekitar 5.000 jamaah MTA, Rozaq mengaku tidak menaruh dendam sedikitpun. Baginya, sesama Muslim adalah saudara. Setelah ini, pihaknya akan menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat dan para kyai, agar terjalin komunikasi dengan baik Antara MTA dan organisasi Islam lain di Kudus. (Suwoko)