SEPUTAR KUDUS - KH Turaichan |
SEPUTAR KUDUS - Pengamat sekaligus akademisi di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, Saechan Muchit menyatakan belum ada satu pun pengganti KH Turaichan Adjhury di bidang ilmu falakiyah. Dengan ketegunan dan keilmuan Mbah Tur -- sebutan KH Turaichan Adjhury -- yang selalu tepat dalam penentuan tanggal dan fenomena-fenomena alam yang valid, menjadikan beliau sangat disegani dan kharismatik.
"Hingga saat ini saya belum menemukan ahli falak sekaliber beliau. Ketokohan Mbah Tur sebagai ahli falak dan sekaligus menjadi ulama panutan masyarakat, rasanya sulit untuk mencari penggantinya" papar salah satu dosen Fakultas Syariah tersebut saat ditemui di kediamannya (31/7/2011). Pernyataan Saechan itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, menurut dia setelah meninggalnya beliau pada tahun 1999 masyarakat tidak lagi peduli dengan ketentuan-ketentuan syar'i dalam hal ubudiyah.
Ia menceritakan dulu masyarakat Kudus dan sekitarnya sangat percaya dan meyakini ketentuan-ketentuan Mbah Tur yang tercetak dalam kalender hasil percetakan Menara Kudus yang hingga sekarang masih berproduksi. "Dulu di setiap dinding rumah orang Kudus pasti terdapat kalender Menara, namun sekarang tidak banyak lagi. Masyarakat sekarang tidak terlalu mempedulikan jadwal waktu sholat sesuai dengan hitungan falakiyah, atau jam yang sesuai dengan waktu istiwak" katanya.
Menurutnya masyarakat sekarang menggantungkan pada informasi media elektronik yang tidak jelas rujukannya, atau sekedar percaya begitu saja dengan keputusan-keputusan tokoh dan lembaga lain yang belum mempunyai kredibilitas yang mumpuni. "Ini problem yang serius, karena waktu yang harus ditentukan melalui perhitungan falakiyah sangat menentukan sah dan tidaknya ibadah seseorang" tuturnya.
Saechan menambahkan, eksistensi kalender Menara Kudus harus tetap dipertahankan agar entitas Kudus sebagai kota yang dikenal sangat mumpuni dalam bidang falakiyah tetap terjaga. Kalender Menara Kudus hingga saat ini masih dipercayakan putra Mbah Tur, Syiril Aufa atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Tajus Syarof. Syril sekarang mengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai dosen pengajar ilmu falak.
"Karena sangat pentingnya ilmu falak, pemerintah melalui Departemen Agama harus melakukan terobosan baru agar ilmu falak lebih disukai oleh generasi yang akan datang. Depag dapat memasukkan mata pelajaran ilmu falak di lembaga pendidikan di sekolah-sekolah agama atau perguruan tinggi agama" pungkasnya. (Suwoko)