KH TURAICHAN ADHJURY SEPUTAR KUDUS (Repro) |
SEPUTAR KUDUS - Salah satu sepupu KH Turaichan Adjhury yang juga menekuni ilmu falak, Kiai Ahmad Rofiq (80) mengungkapkan, Mbah Tur adalah seorang ulma yang teguh memegang prinsip dan pendapat yang ia yakini. Saat tergabung dalam tim Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), beberapa kali terlibat silang pendapat dengan pendapat ulama-ulama mayoritas. Namun ia tetap kukuh mempertahankan pendapatnya.
"Karena terbukti pendapat-pendapat Mbah Tur (KH Turaichan Adjhury) lebih banyak yang sesuai dengan kenyataan, maka inilah yang membuat kharisma dan kealiman serta ketelitiannya semakin diperhitungkan dalam penentuan penanggalan hijriyah. Karena itu Mbah Tur menjadi sangat masyhur di kalangan ahli falak di Indonesia dan banyak mempunyai murid yang masih tekun mempelajari ilmu yang dikenal masyarakat sangat sulit ini" papar Kyai Rofiq saat ditemui di kediamannya, Desa Langgar Dalem, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus (2011).
Kiai Rofiq menceritakan, meski banyak ulama yang menentang keputusan yang ia buat, namun Mbah Tur tetap bersikap baik terhadap ulama yang berbeda pendapat dengan dirinya. Bahkan beliau sangat akomodatif terhadap sikap pemerintah yang terkesan represif karena menolak keputusan penguasa saat itu dalam penentuan awal Bulan Syawal. "Pada satu waktu dulu pemerintah sering mencekal Mbah Tur karena pendapatnya sering kontroversi. Bahkan beliau diancam akan disidang ke pengadilan karena berbeda pendapat dengan keputusan pemerintah" tuturnya.
Lebih lanjut ia menceritakan pada sekitar tahun 1984 pemerintah pernah mencekal Mbah Tur untuk tidak keluar dari rumah saat akan terjadi gerhana matahari total. Pemerintah khawatir dengan pendapat beliau yang menyatakan gerhana matahari adalah fenomena alam yang setiap orang boleh melihatnya secara langsung. Sedangkan pemerintah dan sebagian tokoh berpendapat masyarakat tidak diperbolehkan menyaksikannya karena akan berdampak buruk karena turunnya penyakit. "Jangankan berdiam diri di rumah, Mbah Tur justru mengundang masyarakat untuk datang ke Masjid Menara Kudus untuk salat gerhana dan mendengarkan khutbah khushufusy syamsy beliau" ungkapnya.
Pada waktu terjadi peristiwa gerhana Matahari total tersebut, Mbah Tur mengungkapkan dalam khutbahnya kepada masyarakat yang datang, bahwa gerhana matahari total adalah fenomena alam yang tidak akan menimbulkan dampak penyakit apapun bagi manusia jika ingin melihatnya. Bahkan menurut Mbah Tur, Allah lah yang memerintahkan untuk melihatnya secara langsung, karena redaksi pengabaran fenomena yang menunjukkan keagungan Allah ini difirmankan menggunakan kata ”abshara”. Artinya, perintah melihat secara langsung dengan mata, bukan makna denotatif.
"Bahkan saat itu Mbah Tur mengajak jamaah untuk keluar dan menyaksikan gerhana matahari yang terjadi secara langsung. Setelah beberapa saat, para jamaah kembali ke tempatnya semula, khutbah pun dilanjutkan dan tidak terjadi suatu musibah apapun" ungkap Kiai Rofiq. Ia menambahkan karena keberaniannya ini, Mbah Tur harus menghadap dan mempertanggungjawabkan tindakannya di depan aparat negara yang sedemikian represif waktu itu. Meski demikian sama sekali Mbah Tur tidak menunjukkan tabiat mendendam terhadap pemerintah. (Suwoko)