SEPUTAR KUDUS - (Dari kiri) Basuki Sugitha dan Muhamad Bahrudin saat menjadi pembicara dalam seminar nasional yang diselenggarakan BEM FKIP UMK di Auditorium. |
Hal tersebut disampaikan oleh Basuki Sugitha, dalam acara seminar nasional, yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Muria Kudus (UMK), Kamis (24/11), di Auditorium. Menurut Basuki, yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMP Keluarga, Kudus tersebut, kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) yang saat ini diterapkan masih seperti sega rames, atau nasi rames. Dimana, semua kompetensi disuguhkan kepada siswa, namun tidak mendetail, atau hanya sedikit.
"Kita tahu, sega rames diseuguhkan dengan berbagai varian lauk. Ada telurnya sedikit, ada ayamnya sedikit, mienya sedikit, semuanya sedikit. Seperti itulah kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah kita saat ini, banyak sekali mata pelajaran, namun semuanya serba sedikit," kata Basuki, dihadapan ratusan mahasiswa yang datang dari berbagai universitas di Jata Tengah.
Akibatnya, menurut Basuki, anak didik tidak bisa menguasai kompetensi yang ia sukai. Karena, mereka dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran, dengan sekmentasi waktu yang terbatas. Tak jarang, banyak siswa yang akhirnya stres, bahkan frustasi, dan akhirnya mengabaikan semua pelajaran.
"Akibat dari ini semua, motivasi belajar siswa menjadi berkurang. Semua guru mata pelajaran memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah. Tidak ada waktu lagi bagi siswa, untuk menekuni mata pelajaran yang ia sukai," tuturnya.
Basuki menuturkan, setiap individu memiliki bakat dan kemampuannya masing-masing, karena setiap siswa memiliki keunikan bawaan sejak lahir. Ada siswa yang menyukai ilmu eksakta, ada siswa yang suka dengan ilmu bahasa, seni dan sebagainya. Maka, tidak seharusnya, kurikulum menyuguhkan semua mata pelajaran, dan menuntut siswa untuk mengusai semua bidang.
"Anak-anak yang juara olympiade, mereka berhasil karena apa yang mereka pelajari lebih sepesifik dan mendalam. Intensitas waktu mereka untuk mempelajari satu mata pelajaran sangat tinggi, dan tidak diperkenankan bagi mereka untuk terpecah kosentrasinya dengan hal lain, termasuk pelajaran," katanya.
Parahnya lagi, menurut Basuki, guru sebagai pendidik mempunyai orientasi yang bermacam-macam. Dia menyebutkan, ada guru yang hanya berorientasi untuk mencari penghasilan, dan ada pula guru yang hanya mengejar target angka sesuai dengan yang ditentukan. Hal itu, menurutnya tidak ada gunanya, atau "nol besar".
Perlu Kreativitas
Salah satu narasumber lain, Muhamad Bahrudin mengatakan, perlu ada kreativitas yang harus dibangun oleh para guru. Kurikulum KTSP yang ada saat ini, tidak harus ditelan mentah-mentah oleh guru, yang berakibat akan mengekang kreativitas siswa.
"Kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Padahal, setiap daerah, memiliki kemampuannya masing-masing. Jadi, jangan disamakan, antara sekolah yang ada di daerah pedalaman dengan sekolah yang ada di kota. Karena hasilnya pasti akan lain," tutur Pengelola Lembaga Pendidikan Alternatif, Qaryah Thayyibah, di Salatiga itu.
Menurut Bahrudin, tidak semua mata pelajaran harus diajarkan kepada para siswa, karena hasilnya tidak akan tuntas. Hasunya, waktu pelajaran harus dibagi untuk mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib diberikan pada mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional, sedangkan mata pelajaran pilihan, harus memiliki spesifikasi waktu yang lebih dibandingkan mata pelajaran wajib.
"Ini akan memberikan kompetensi yang lebih besar kepada para siswa. Karena, mata pelajaran pilihan, tentu sesuai dengan keinginan hati dan kesukaan mereka. Sebagai contoh, siswa yang suka menggambar, jika diberikan spesifikasi waktu yang lebih, mereka akan mahir dalam bidangnya," kata Bahrudin, di hadapan ratusan calon guru tersebut.
Ia menambahkan, guru bisa membuat terobosan dengan berbagai macam cara dan metode pengajaran. Terobosan bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing siswa. Dengan terobosan dan kreativitas, siswa akan mendapatkan pendidikan yang tuntas. (Suwoko)