Latest News

Yuli Astuti, Angkat Kembali Kapal Kandas Batik Kudus

SEPUTAR KUDUS - Yuli Astuti
SEPUTAR KUDUS - Perempuan yang satu ini memang luar biasa, bukan karena kuat mengangkat kapal sungguhan, namun perempuan bernama lengkap Yuli Astuti ini berhasil mengembalikan kejayaan batik Kudus menjadi kekeayaan budaya nasional dan salah satu motif yang paling khas dibanding batik di daerah lain adalah Kapal Kandas.

Perempuan yang lahir pada 15 Desember 1980 ini awalnya mengikuti pertemuan yang diadakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Rembang untuk pelatihan membatik bersama 9 orang lainnya, namun hanya dirinya yang bertahan untuk mengembangkan batik. Dari acara tersebut ia akhirnya mengetahui bahwa Kudus pernah berjaya dalam pembuatan batik, kemudian ia sangat tertarik dan termotifasi untuk mengangkat kembali batik yang sempat tenggelam di kota kretek tersebut, Yuli akhirnya memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang batik Kudus.

“Pertamanya sangat sulit untuk menggali literatur batik Kudus, tapi saya tidak menyerah,” paparnya (26/6) di galerinya yang beralamat di Desa Karang Malang RT 04 RW 02 Nomor 11, Gebog, Kabupaten Kudus, beberapa waktu lalu.

“Bisa dikatakan harus berdarah-darah awalnya, saya sama sekali tak paham tentang batik, teknik pembuatannya, apalagi tentang sejarah batik Kudus. Saya harus ke Jogja, Solo dan Pekalongan dengan bersepeda motor hanya untuk belajar dan menggali tentang batik Kudus,” paparnya. Dalam perburuannya selama kurang lebih dua tahun, ia harus rela merogoh kocek hingga Rp 60 juta, diantaranya untuk membeli batik Kudus dari seorang kolektor.

Perempuan berkulit kuning langsat tersebut menambahkan dirinya harus menapak tilas kejayaan batik Kudus dari berbagai sumber. Setelah lama mencari akhirnya ia menemukan sosok wanita yang hingga sekarang masih membatik dengan motif  khas Kudus di daerah Kaliwungu.

“Bu Niamah adalah satu-satunya orang Kudus yang masih membatik di usianya yang telah renta, beliau lah yang mengajari saya tentang dasar dan teknik membatik serta menunjukkan motif Kapal Kandas yang terkenal itu” paparnya.

Yuli menceritakan, dinamakan Kapal Kandas karena ribuan tahun silam kapal Sam Po Kong yang berlayar melewati pesisir Muria kandas karena rusak, para penumpang asal negeri tirai bambu tersebut akhirnya banyak yang bermukim di lereng Muria, cerita tersebut akhirnya diabadikan dalam motif batik oleh masyarakat Kudus.

Lebih lanjut Yuli menceritakan batik Kudus mengalami kejayaannya di tahun 1930an dengan berbagi motif yang didominasi corak pesisir yang berwarna-warni dan akulturasi kebudayaan china. Tak hanya itu motif kaligrafi dan kebudayaan Islam juga mengilhai pembuatan batik karena pengaruh para wali yang menyebarkan agama di Kudus.

Menurut Yuli sebelum Pekalongan dikenal sebagai kota batik, Kudus lebih dulu dikenal sebagai pelopor di Jawa Tengah selain Solo. Bahkan para perajin di Pekalongan dulu banyak memuat motif Kudus untuk diproduksi. Baru di akhir tahun 1970an batik Kudus mengalami penurunan karena banyak masyarakat Kudus yang memilih untuk menjadi pengusaha rokok kretek, bahkan di tahun 1990an hingga tahun 2000an batik sama sekali tak dikenal.

Kembali Mendunia

Kerja kerasnya selama kurun waktu 6 tahun ini akhirnya batik Kudus kembali dikenal, tidak hanya di kancah nasional namun juga banyak diburu oleh kolektor luar negeri. Usaha kerasnya yang harus menggali sendiri literasi dan sejarah tentang batik Kudus sekarang membuahkan hasil.

Dalam membuat batik Kudus ia tak melupakan Kapal Kandas, namun ia juga mengeksplorasi berbagai macam motif lain yang ia ciptakan sendiri dengan mengambil inspirasi dari hasil alam di Kudus, seperti Pari Jotho, Beras Kecer dan Pakis Haji. Karyanya tersebut ia perlihatkan di galerinya yang ia beri nama “Muria Batik Kudus” dan telah terdaftar di HAKI dengan nomor registrasi IDM000197060.

Dalam memproduksi batik, Yuli dibantu 14 karyawan yang ia bina dari nol. 7 karyawan bekerja di galerinya dan 7 lainnya memproduksi di rumah mereka masing-masing. “Mereka ini yang sebetulnya memberi semangat kepada saya, bersama mereka saya belajar dari nol. Saya sadar betul bahwa untuk membatik dibutuhkan keterampilan khusus, makanya mereka ini saya gondeli” tuturnya.

Berbagai pameran tingkat nasional ia ikuti demi mengenalkan kembali batik Kudus. berbagai galeri di ibu kota pun memajang karya batiknya, di antaranya di tebet dan menteng. “Sambutan masyarakat pun lur biasa, tak hanya masyarakat umum, namun juga pejabat dan para artis pun mengoleksi batik yang saya buat, bahkan orang luar negeri seperti Malaysia, Inggris, Jerman, Jepang juga tertarik untuk mengkoleksi” katanya.
“Bahkan sekarang saya ramai diundang untuk menjadi narasumber dan memberi pelatihan membatik di mana-mana. Dalam waktu dekat ini saya diundang untuk menjadi narasumber di Museum Batik Nasioal di Jakarta dalam sebuah seminar” katanya.

Untuk menjaga agar tidak dilupakan lagi, Yuli menggandeng berbagai unsure masyarakat di Kudus, diantaranya pemerintah, perusahaan dan juga para siswa. Targetnya tidak muluk-muluk hingga menjadikan batik Kudus untuk masuk dalam muatan lokal mata pelajaran di sekolah, hanya mendapat apresiasi dari masyarakat pun ia sudah merasa senang. “Di galeri ini (Muria Batik Kudus) saya telah menyediakan tempat untuk anak-anak untuk belajar batik, mereka tidak kami bebankan biaya, hanya sekedar untuk mengganti ongkos produksi” paparnya. (Mase Adi Wibowo)