“Kami cukup prihatin dengan keadaan mahasiswa sekarang, kurangnya kritisme dalam diri mereka saya khawatirkan kedepan bangsa ini akan minim mencetak pemimpin” kata faisol saat ditemui sebelum acara berlangsung. Ia menambahkan sengaja dihadirkan tokoh mahasiswa seperti Amir Faiso yang sedang menjabat Ketua Umum Pergrakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kudus agar Dia bisa menginspirasi mahasiswa yang lain.
“Sejak dulu mahasiswa mendapat gelar agen perubahan sosial, seharusnya kawan-kawan di UMK sadar akan itu dan segera bangkit merespon kebijakan yang ada” tandasnya. Ia mengungkapkan sangat iri ketika di awal Ia masuk kuliyah dulu, dan menurutnya sekarang mahsiswa malas untuk melakukan kajian-kajian. “Dulu setiap sudut kampus ada kelompok-kelompok kecil melakukan diskusi dan kajian, kampus begitu bergairah dengan semangat mengkaji tentang banyak hal. Namun sekarang kampus trlihat lebih sepi dari aktifitas mahasiswa” keluhnya.
Amir Faisol melihat hal ini terjadi adanya faktor internal dari mahasiswa itu sendiri yang menganggap gerakan mahasiswa sebagai sesuatu yang menakutkan. “Padahal sadar atau tidak mahasiswa kedepan menjadi pemimpin bagi masyarakatnya” katanya. Ia menambahkan kurangnya minat baca dan pengamatan peristiwa yang terjadi di masyarakat adalah faktor internal yang lain. “Kritisme mahasiswa dapat dibangun dengan ketajaman analisa ketika melihat sebuah peristiwa. Dan ketajaman tersebut dapat diasah dengan keilmuan, informasi, dan data yang mereka rekam” paparnya.
Sementara itu M Jazuli juga menyesalkan mahasiswa di Kudus yang sekarang kurang greget. Berbagai peristiwa sosial dan efek kebijakan pemerintah kurang mendapat respon dari mahasiswa. “Dibangunnya hypermart di kawasan Tugu Identitas Kudus seharusnya direspon oleh mahasiswa, namun saya belum melihat itu” kata tokoh masyarakat tersebut.
Menurutnya mahasiswa seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyiapi kebijakan pemerintah, karena mahasiswa sejak dulu dikenal kritis dan tidak mempunyai muatan kepentingan apapun selain membela kepentingan rakyat. Lebih lanjut Ia menjelaskan sejarah mahasiswa sebelum dan paska kemerdekaan memegang peran kunci. “Dari rezim Sukarno hingga Suharto, mahasiswalah yang selalu menjadi yang terdepan. Bahkan di tahun 1998 mahasiswa menjadi korban keganasan tentara saat mengawal isu Reformasi.
M Ghofar, salah seorang narasumber lainnya mengungkapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) butuh dukungan dari ekstra parlementer yang sejak dulu diperankan oleh mahasiswa. Salah satu anggota DPRD Kabupaten Kudus tersebut mahasiswa sekarang terlihat pasif. “Jika ada kebijakan dari pemerintah, baik nasional maupun daerah suara Anggota Dewan saja tidak cukup. Perlu ada dorongan lebih dari kawan-kawan mahasiswa dan masyarakat agar suara kami lebih kuat” tuturnya.
Dalam acara tersebut terjadi dialog antara narasumber dan mahasiswa yang antusias mengikutinya. Salah seorang mahasiswa saat sesi dialog menyatakan alasan mahasiswa UMK yang kurang kritis diakibatkan semakin padatnya tugas mata kuliyah yang harus dikerjakan. “Apakah hal ini sebuah langkah untuk mengekang kami?” Ungkapnya. (Mase Adi Wibowo)