SEPUTARKUDUS.COM, LAMBANGAN - Seorang pria bertopi dan berbaju batik tampak berjalan di jalan perbatasan Desa Lambangan dan Desa Berugenjang, Kecamatan Undaan, Kudus. Pria tersebut berjalan sambil memikul dua kantong plastik besar berisi kerupuk. Pria tersebut bernama Muhamad Dalhar (50), puluhan tahun berjualan kerupuk keliling berjalan kaki.
Dalhar berjalan kaki dari satu desa ke desa lain di Undaan untuk menjajakan kerupuk. Foto: Rabu Sipan |
Setelah beberapa kali melangkah, terlihat dirinya berhenti dan duduk
berteduh di bawah pohon dan mengibaskan topi ke arah wajahnya. Di sela
istirahatnya tersebut, pria yang akrab disapa Dalhar itu sudi berbagi kisah selama berjualan kepada Seputarkudus.com. Dia mengatakan sudah
berjualan kerupuk keliling dengan berjalan kaki selama 35 tahun. Dan untuk
menghabiskan daganganya tersebut dia mengaku harus berjalan kaki puluhan kilometer.
“Untuk menjual habis semua kerupuk yang aku bawa, setiap
hari aku harus berjalan dari kampung satu ke kampung lainya. Bahkan sehari aku
harus melintasi semua desa yang berada di perbatasan tiga kabupaten sekaligus
yakni, Kudus, Pati, serta Purwodadi. Dan untuk mencapai desa-desa tersebut
aku harus berjalan puluhan kilometer,” ujarnya.
Pria yang sekarang hidup numpang di rumah kakaknya di Desa Ploso, Kecamatan Jati, itu mengatakan, setiap hari harus menempuh
jarak puluhan kilometer, karena para pelangganya ada di perbatasan tiga kabupaten. Dia lalu merinci
desa yang ada para pelangganya di antaranya, Desa Kalirejo, Lambangan, Berugenjang, Wonosoco (Kudus), Prawoto (Pati), serta Dukuh
Taban, Desa Jenengan (Purwodadi).
“Untuk mencapai rumah para pelangganku yang berada di desa –
desa tersebut aku memerlukan waktu sehari. Tidak jarang sesampai di Desa
Jenengan, Purwodadi, sudah pukul 17.00 WIB. Itu berarti aku terlalu sore,
hingga sudah tidak ada lagi bus lewat,” tutur pria yang tidak punya anak serta
istri tersebut.
Pria yang mengaku pernah berumah tangga lalu bercerai itu
mengatakan, setiap sore biasanya dia nebeng truk sampai Proliman Desa Tanjung Karang, Kecamatan Jati. Dan setelah itu
dia berjalan kaki lagi sampai rumah kakaknya. Sehari berjualan katanya
dia mendapatkan penghasilan sekitar Rp 40 ribu.
Dalhar yang terlahir di Gajah, Kabupaten Demak menuturkan, berjualan kerupuk karena himpitan keadaan. Menurutnya pada waktu
itu dia harus putus sekolah saat dia di duduk di bangku kelas dua SMP karena
tidak ada biaya. Ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga
meninggal dunia.
Karena alasan tersebut dia mengaku harus kerja menjadi penjual
kerupuk untuk membantu kebutuhan keluarga serta empat adiknya agar tetap bisa
sekolah. Dia juga mengaku selama berjualan kerupuk keliling tidak jarang dirinya dipalak orang, dimintai uangnya untuk minum – minuman
keras.
“Pada waktu dulu aku sering dimintai uang dijalan sama orang, katanya buat tambah beli minuman. Karena aku takut
biasanya aku beri sesuai yang mereka minta. Tapi aku tetap bersyukur karena
mereka tidak meminta semua uangku,” ujarnya.
Dia mengatakan, kejadian tersebut terjadi puluhan tahun yang
lalu. Menurutnya sekarang sudah aman. Orang-orang baik padanya.
Bahkan tidak jarang dia diberi tumpangan ke jalan raya Kudus - Purwodadi saat
daganganya sudah habis terjual.
“Aku bersyukur dari hasil berdagang kerupuk, keempat adiku
sekarang sudah menikah dan punya keluarga. Meskipun aku hidup sendiri, masih
ada saudaraku yang mau menampungku. Dan agar tak terlalu merepotkanya setiap
hari aku tetap berjualan kerupuk,” ujarnya.