SEPUTARKUDU.COM, DEMAAN - Gerobak dengan gambar dua
tokoh kartun Negeri Jiran terlihat terparkir di tepi Jalan Veteran,
tepatnya di pertigaan Desa Demaan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, tak jauh dari sekolah Taman
Siswa. Di samping gerobak terlihat seorang perempuan memakai baju
kotak-kotak tampak cekatan
melayani pembeli. Peremuan tersebut bernama Susanti (26) yang berjualan cilok karena tak ingin hanya mengandalkan gaji bulanan suami.
Santi melayani pembeli cilok yang dia jual di Jalan Veteran, tak jauh dari sekolah Taman Siswa, Kudus. Foto: Rabu Sipan |
Seusai melayani pembeli, perempuan yang akrab disapa Santi
tersebut sudi berbagi kisah tentang daganganya kepada Seputarkudus.com. Dia
mengatakan, mulai berjualan cilok sekitar delapan bulan lalu. Hal tersebut
dilakukan karena bosan di rumah serta ingin membantu suami agar ada pemasukan selain dari gaji bulanan suaminya.
“Aku tidak ingin hanya mengandalkan gaji bulanan suamiku
untuk mencukupi kebutuhan keluarga kecilku. Karena kami juga sudah dikaruniai
momongan yang berarti kebutuhan keluarga pasti bertambah. Karena pertimbangan
tersebut aku mengajukan Franchise
untuk ikut berjualan Cilok Cita Rasa,” ujar Santi beberapa waktu lalu.
Perempuan yang baru dikaruniai satu anak tersebut mengatakan, menjual cilok dengan harga Rp 500 per butir. Dalam sehari berjualan dia mengaku bisa menjual sekitar 600 butir cilok. Dari total uang penjualan tersebut dia biasanya mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp 70 ribu sehari.
Santi mengatakan, pendapatanya tersebut menurun jika dibandingkan pada awal dia berjualan. Dia menilai itu mungkin terjadi karena saay ini sudah banyak penjual cilok seperti dirinya. Menurutnya sekitar lima bulan awal dia berjualan bisa menjual sekitar 1.000 butir cilok sehari.
Dua setiap hari berjualan mulai pukul 10.30 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Selama berjualan, katanya, menitipkan anaknya yang masih balita pada saudaranya dengan membayar Rp 20 ribu sehari. “Hal tersebut terpaksa aku lakukan agar anakku ada yang mengasuh selama aku berjualan dan aku juga tenang sewaktu berjualan di tepi jalan,”ungkap Santi
Dua setiap hari berjualan mulai pukul 10.30 WIB hingga pukul 19.00 WIB. Selama berjualan, katanya, menitipkan anaknya yang masih balita pada saudaranya dengan membayar Rp 20 ribu sehari. “Hal tersebut terpaksa aku lakukan agar anakku ada yang mengasuh selama aku berjualan dan aku juga tenang sewaktu berjualan di tepi jalan,”ungkap Santi
Perempuan yang tercatat sebagai warga Desa Singocandi,
Kecamatan Kota, menjelaskan, untuk mengajukan Franchise agar bisa berjualan Cilok Cita Rasa dia harus menyerahkan
Kartu Keluarga (KK). Selain itu dirinya juga menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada pemilik usaha cilok
tersebut. Setelah data diserahkan, tidak berselang lama ada
perwakilan dari Cilok Cita Rasa untuk menyurvei rumah serta
menanyakan keseriusannya.
Menurutnya hal tersebut wajar dilakukan oleh pemilik usaha
cilok, karena untuk bisa bejualan Cilok Cita Rasa secara franchise tidak dipungut biaya sama
sekali alias gratis. Sehingga orang yang mengajukan franchise seperti dirinya
dituntut untuk serius dan semangat berjualan agar saling menguntungkan.
“Modalku berjualan Cilok Cita Rasa dengan cara franchise itu
hanya serius dan semangat berjualan. Karena selain tidak mengeluarkan modal
uang, aku malah mendapatkan cilok yang aku jual setiap harinya dengan
jumlah sesuai permintaanku. Serta mendapat pinjaman gerobak beserta perlengkapan
untuk berjualan,” ujar Santi.