SEPUTARKUDUS.COM, COLO – Pohon kopi tumbuh di bawah
pohon-pohon besar kawasan Pegunungan Muria, Desa Colo, Kecamatan Bae, Kudus.
Buah kopi telah memerah di batang-batang
pohon. Kopi Muria, siap dipanen musim ini. Namun sayang, hasil panen tahun 2016 menurun jika dibanding tahun sebelumnya.
Menurut petani kopi di lereng gunung Muria Hadi Sukirno (64), hasil panen kopi tahun ini menurun dari pada tahun lalu. Hal tersebut bisa dilihat dari biji kopi yang terdapat pada pohon. Padahal, harga kopi tahun ini terbilang tinggi, Rp 530 ribu per kwintal.
“Tahun ini harga kopi naik, dari Rp 400 ribu per kwintal menjadi Rp 530 ribu. Itu masih biji kopi basah. Semuanya berwarna merah. Untuk harga biji yang sudah kering sekitar Rp 22 ribu per kilogramnya,” terangnya kepada Seputarkudus.com belum lama ini.
Bupati Kudus Musthofa menghadiri Wiwit Kopi di Pegunungan Muria. Foto: Imam Arwindra |
Menurut petani kopi di lereng gunung Muria Hadi Sukirno (64), hasil panen kopi tahun ini menurun dari pada tahun lalu. Hal tersebut bisa dilihat dari biji kopi yang terdapat pada pohon. Padahal, harga kopi tahun ini terbilang tinggi, Rp 530 ribu per kwintal.
“Tahun ini harga kopi naik, dari Rp 400 ribu per kwintal menjadi Rp 530 ribu. Itu masih biji kopi basah. Semuanya berwarna merah. Untuk harga biji yang sudah kering sekitar Rp 22 ribu per kilogramnya,” terangnya kepada Seputarkudus.com belum lama ini.
Hadi menjelaskan, menurunnya
produksi kopi di antaranya disebabkan faktor musim kemarau panjang beberapa waktu lalu. Bunga-bungan kopi mengering dan rontok.
Dian Pramujoko
(37), yang juga petani Kopi Muria menuturkan, setiap tahun harga Kopi Muria
mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut tahun ini mungkin juga dipengaruhi hasil produksi biji kopi tidak sebanding dengan
banyaknya permintaan.
“Dari petani kami tidak menjual yang sudah jadi bubuk. Biasanya jualnya kopi masih basah dan kering saja. Kalau kering atau roasting Rp 22 ribu per kilogram. Untuk satu kwintal kering ya sekitar Rp 2 juta,” jelas Dian.
“Dari petani kami tidak menjual yang sudah jadi bubuk. Biasanya jualnya kopi masih basah dan kering saja. Kalau kering atau roasting Rp 22 ribu per kilogram. Untuk satu kwintal kering ya sekitar Rp 2 juta,” jelas Dian.
Menurutnya, petani kopi di Muria hanya menjual jenis kopi
robusta. Untuk jenis arabika kemungkinan ditanam di kawasan Desa Tempur, Jepara. Walau produksi kopi menurun, dirinya tetap bersyukur atas
diberikannya kenikmatan bisa memanen kopi. “Alhamdulillah bisa panen.
Karena tanaman kopi termasuk mata pencarian utama masyarakat Desa Colo,”
tambahnya.
Bupati Kudus Musthofa saat hadir pada acara Wiwit Kopi
mengatakan, turunnya produksi kopi tidak hanya karena musim kemarau. Menurutnya,
mungkin ada hal yang lain menyebabkan produksi kopi menurun. Dia memerintahkan
dinas terkait untuk mendata jumlah hasil panen kopi dan mencari tahu penyebab
menurunnya produksi.
“Jangan terlalu menyalahkan alam. Alam itu sudah baik. Kalau alam murka kita juga yang repot,” tuturnya.
“Jangan terlalu menyalahkan alam. Alam itu sudah baik. Kalau alam murka kita juga yang repot,” tuturnya.