Latest News

Perajin Pisau Dapur Ini Pernah Keliling Jakarta, Kini Tinggal Menunggu Pesanan Datang dari Banyak Daerah di Jawa

SEPUTARKUDUS.COM, HADIPOLO – Di sebuah rumah di Desa Hadipolo RT 9 RW 1, Kecamatan Jekulo, Kudus, seorang pria berkaus terlihat sedang memalu potongan logam. Pria tersebut bernama Suharto (52), perajin pisau dapur berbahan stainless steel merek HS Suharto. Awal memulai usaha, dia menawarkan produk hingga ke Jatinegara, Jakarta Timur. Kini dia tinggal duduk manis menunggu pesanan datang dari sejumlah daerah di Jawa.
jual pisau stainless steel
Suharto sedang memproduksi pisau dapur di Desa Hadipolo, Kudus. Foto: Sutopo Ahmad


Sembari mengerjakan pembuatan pisau dapur pesanan pelanggannya, Harto begitu akrab disapa, sudi berbagi cerita kepada Seputarkudus.com tentang usahanya. Dia memulai usaha sejak 1985, atau hingga kini sudah sekitar 21 tahun. Pada saat awal membuat pisau, Harto mengaku pergi ke Jatinegara, Jakarta Timur, untuk menawarkan produk pisau dapur hasil buatannya ke sejumlah pedagang yang ada di pasar. 

“Saya masih ingat, dulu pergi ke Jatinegara membawa dua kardus berisikan100 kodi pisau. Alhamdulilah di sana saya menemukan pelanggan tetap sampai sekarang,” terangnya, beberapa waktu lalu.



Dia mengatakan, selain memiliki pelanggan tetap dari Jakarta, dia juga mempunyai pelanggan dari Sragen. Saat ini dia tinggal menunggu permintaan para pelanggannya. Dia memiliki pelanggan dari Surabaya, Bandung dan Kudus, yang datang ke rumah untuk membeli pisau buatannya. “Pisau dapur yang saya kerjakan terbuat dari stainless steel jenis blades, semacam logam anti karat,” ungkapnya.

Dia menambahkan, bahan stainless biasanya dia beli dari Kudus. Sedangkan gagang pisau dia beli dari Jepara, Pati dan Surabaya. Menurutnya, saat ini di dibantu 25 karyawan. Dalam sehari dia mampu memproduksi pisau dapur sekitar 500 kodi. 



“Semua dilakukan secara manual. Untuk harga saya jual antara Rp 12 ribu hingga Rp 100 ribu. Semua tergantung ukuran pisau yang dikerjakan. Untuk gagang pisau, saya menggunakan jenis kayu keleng, agar tidak mudah rusak,” tambahnya.

Harto menjelaskan, sebelum harga bahan baku naik, dia sempat memiliki 70 karyawan. Meski harga bahan baku naik, dia tetap menjual produk dengan harga yang sama seperti sebelum harga bahan naik.

“Dulu punya banyak karyawan, ada 70 orang yang bekerja di sini. Sekarang masih ada sekitar 25 orang karyawan, yang lainnya saya suruh cari kerja di luar,” ungkap Harto.