SEPUTARKUDUS.COM, KEDUNGSARI – Seorang laki-laki terbujur kaku dan ditangisi lima orang disampingnya. Berpakaian kumal, mereka terlihat
terus mengusap air matanya. Tiba-tiba seorang bercelana coklat datang dan menendang ke wajah wanita berkerudung
ungu. Adegan tersebut ditampilkan oleh MI NU Wahid Hasyim Rahtawu pada Pentas
Seni Jambore Ranting Tingkat Penggalang Kelompok Utara Kwatir Ranting (Kwaran)
Gebog, Kudus, Sabtu (3/9/2016).
MI NU Wahid Hasyim Rahtawu, Gebog, menampilkan drama penjajahan. Foto: Imam Arwindra |
Menurut Wahyu Ariyani (10) perempuan kerudung ungu yang
dimaksud, sedang memerankan seorang penduduk desa yang disiksa pasukan
Belanda. Bersama temannya, dia membawakan sebuah cerita tentang perjuangan untuk
memperoleh kemerdekaan Republik Indonesia.
"Saya bisa merasakan bagaimana tersiksanya warga pribumi yang disiksa pasukan Belanda. Rasanya tidak enak kalau dijajah, sakit,” tuturnya saat ditemui usai pentas di Lapangan Desa Kedungsari, Kecamatan Gebog, Kudus.
Siswi kelas
lima MI itu menuturkan, pada zaman penjajahan masyarakat Indonesia sangat tersiksa.
Mereka dipukul, ditendang atau bahkan dibunuh. Menurutnya, anak-anak di
Indonesia harus berterima kasih kepada pejuang kemerdekaan Indonesia dan harus
menjaga kemerdekaan dengan belajar yang giat. “Ngeri pokoknya. Lebih enak sekarang, bisa jajan dan main,” ungkapnya.
Senada dengan Ariyani, Nabilla Tuzzahro (10) yang bertugas
membawakan prolog cerita menuturkan, sebagai generasi muda dirinya harus ikut menjaga
kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, caranya dengan belajar yang giat, menghormati
guru dan orang tua. “Pejuang sampai harus mengorbankan nyawanya demi Indonesia
merdeka,” tuturnya.
Nabilla yang duduk di kelas enam MI NU Wahid Hasyim Rahtawu
menuturkan, dalam cerita yang dibacanya, menggambarkan kesengsaraan rakyat Indonesia
yang tersiksa karena dijajah. Menurutnya, setelah itu
muncul tentara Indonesia yang membunuh pasukan belanda. “Akhirnya Indonesia
merdeka, rakyat menjadi bahagia,” ungkapnya.
Kepala MI NU Wahid Hasyim Rahtawu Ubaidillah (30)
menuturkan, sekolahnya menampilkan teatrikal perjuangan kemerdekaan karena
masih momen Kemerdekaan Indonesia ke-71. Selain itu, teatrikal yang dibawakan
menurutnya dapat menjadi media pembelajaran bagi siswa tentang arti
kemerdekaan. “Nanti siswa kan seolah-olah merasakan begitu susahnya memperoleh
kemerdekaan lewat teatrikal yang ditampilkan,” terangnya.
Kepada Seputarkudus.com, dia menuturkan kegiatan yang
diikutinya yakni Jambore Ranting Tingkat Penggalang Kwatir Ranting (Kwaran)
Gebog 2016. Menurutnya terdapat 80 SD dan MI se-Kecamatan Gebog yang
berpartisipasi dalam perkemahan tersebut. “Karena pesertanya banyak jambore ini
dibagi dua tempat. Kelompok utara di Kedungari dan selatan di Besito,”
tuturnya.
Dalam mengikuti kegiatan pihaknya mengirim 25 siswa terdiri
12 laki-laki dan 13 perempuan. Kemah yang diadakan dua hari tersebut selain
untuk ikut memeriahkan juga dalam untuk mendidik kemandirian siswa. “Selain
untuk meningkatkan nasionalisme juga supaya anak-anak dapat belajar mandiri dan
bersosialisasi dengan orang-orang baru,” tambahnya.