SEPUTARKUDUS.COM, CENDONO – Halaman masjid ini tampak luas. Terpakir beberapa
kendaraan milik jamaah di depan masjid yang berbentuk kotak ini. Di bagian atas,
terdapat mustaka di puncak cungkup. Masjid ini bernama Faidlurrahman, terletak di Desa Cendono, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Masjid ini sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda, dan memiliki arsitektur milik Masjid Demak yang hingga kini masih dipertahankan.
Di masjid ini terdapat satu pintu dengan empat jendela di bagian samping. Di ruang utama salat, empat saka terbuat dari kayu terlihat berdiri tegak menjulang sampai lantai dua masjid.
Di masjid ini terdapat satu pintu dengan empat jendela di bagian samping. Di ruang utama salat, empat saka terbuat dari kayu terlihat berdiri tegak menjulang sampai lantai dua masjid.
Menurut Kusminto (50),
Ketua Pengurus Masjid Faidlurrahman, empat saka di bagian tengah masjid masih asli sebagaimana pertama kali masjid dibangun. “Saya kurang tahu tepatnya (berdirinya masjid), karena saya lahir tahun 1965 masjid tersebut sudah ada,” tuturnya ketika ditemui di kediamannya, Desa Cendono, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.
Dia mengungkapkan, Masjid Faidlurrahman sudah berdiri pada
zaman Kolonial Belanda dengan arsitektur Jawa yang menyerupai Masjid Agung
Demak. Masjid Faidlurrahman sejak berdiri sudah digunakan untuk salat
Jumat. Masjid ini terakhir kali direnovasi pada 1994. “Saya generasi kedua yang mengurusi masjid ini,”
ungkapnya.
Kusmianto menjelaskan, bangunan asli masjid tersebut terletak di ruang utama salat. Bagian aula depan dan samping selatan merupakan bangunan baru. Masjid ini berdiri kurang lebih di atas lahan wakaf setengah hektare dengan dua ruang salat untuk laki-laki dan perempuan.
Kusmianto menjelaskan, bangunan asli masjid tersebut terletak di ruang utama salat. Bagian aula depan dan samping selatan merupakan bangunan baru. Masjid ini berdiri kurang lebih di atas lahan wakaf setengah hektare dengan dua ruang salat untuk laki-laki dan perempuan.
Menurutnya, renovasi pada tahun 1994 dirancang seorang bernama Nasikin yang juga warga Desa Cendono. “Masjid Faidlurrahman ya seperti masjid-masjid biasa pada umumnya,” tuturnya.
Di ruang utama salat terdapat
empat saka dengan ruang pengimaman yang dekat dengan mimbar khotbah. Di atasnya terdapat
tulisan sahadat berwarna kuning. Di sampingnya, dua jam dinding
berbentuk bulat yang menunjukkan Istiwa dan WIB. Pada lantai dua pun dipergunakan untuk salat dengan pagar pembatas terbuat dari kayu.
“Kalau lantai dua biasanya dipakai ketika jumatan dan salat Idul Fitri,”
tuturnya.
Dia memberitahukan, selain digunakan untuk salat, masjid tersebut juga digunakan untuk kegiatan masyarakat. Setiap malam Senin untuk selawatan dan pembacaan kitab Al-Barzanji serta malam Jumat kegiatan rutin yasinan dan tahlilan. “Ya untuk urip-uripan masjid,” tambahnya.
Dia memberitahukan, selain digunakan untuk salat, masjid tersebut juga digunakan untuk kegiatan masyarakat. Setiap malam Senin untuk selawatan dan pembacaan kitab Al-Barzanji serta malam Jumat kegiatan rutin yasinan dan tahlilan. “Ya untuk urip-uripan masjid,” tambahnya.