Kardiman atau lebih dikenal dengan sebutan Pak Kumis (kanan) menunjukkan produk bandeng presto di kediamannya, Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Foto: Prabu Sipan |
Di tepi jalan Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, terdapat patung ikan bandeng setinggi sekitar 2 meter. Patung tersebut berdiri di depan sebuah bangunan rumah dengan halaman cukup luas. Di sanalah usaha Bandeng Presto Pak Kumis dirintis. Di dalam sebuah ruangan rumah tersebut, seorang pria berkumis tebal sedang mengamati aktivitas para karyawan melalui monitor CCTV. Dialah Kardiman, pendiri usaha Bandeng Presto Pak Kumis yang terkenal itu.
Kepada Seputarkudus.com, kakek berusia 72 tahun tersebut mengungkap pahit getirnya membangun usaha pengolahan produk makanan ikan bandeng. Diakui usahanya kini sukses, namun banyak yang tak tahu, puluhan tahun dia jatuh bangun untuk membuat produknya dikenal masyarakat.
Dia menceritakan, sebelum membuat produk bandeng presto, awalnya dia membuat pindang bandeng untuk dijual. Di sebuah lapak kecil di Pasar Johar Semarang, pindang bandeng yang dia buat, dijual di sana. Awalnya pingdang bandeng miliknya laris manis. Namun suatu ketika, pindang bandeng terjajar utuh tanpa tersentuh pembeli.
Baca juga: Sebelum Bandeng Presto Pak Kumis Sukses, Kardiman Memikul Kuali Keliling Pasar Johar (2)
"Ada seorang warga Tionghoa menjual bandeng presto di Pasar Johar Semarang. Banyak pembeli yang lebih memilih bandeng presto milik orang tersebut. Pindang bandeng milik saya ketika itu tak laku sama sekali," kenang Kardiman.
12 Hari Selalu Gagal Mencoba Membuat Bandeng Presto
Kardiman memutuskan pulang ke Kudus dengan sebuah rencana. Dia berpikir harus bisa membuat bandeng presto yang lebih enak dari yang di jual warga Tionghoa di Pasar Johar. Sesampai di rumah di Desa Loram Kulon, dia mencoba terus agar berhasil membuat Bandeng Presto.
"Awal percobaan membuat bandeng presto itu selalu gagal. Hingga pada hari ke-12 pada percobaan yang ke-12 kali, percobaan tersebut berhasil. Dan karena percobaan yang sering gagal tersebut, hutangku kepada tengkulak ikan menumpuk,” ujar Kardiman.
Setelah bisa membuat bandeng presto, Kardiman berangkat lagi ke Semarang dengan membawa dagangan barunya berupa bandeng presto. Di sepanjang perjalanan Kudus – Semarang dia selalu berdoa dalam hati agar produk yang baru dia buat diminati pembeli. Sesampainya di Pasar Johar doanya terkabul. “Aku bersyukur doaku di kabulkan Allah, bandeng prestoku yang saat itu saya jual Rp 10 banyak dibeli para pengunjung Pasar Johar,” ungkap Kardiman yang memiliki lima anak tersebut.
Kardiman menceritakan, setelah bandeng prestonya banyak diminati konsumen, dan laris di pasaran, kenalannya di Dinas Perikanan menasehati agar produknya diberi merek dan dipatenkan. Tujuanya agar tidak ditiru orang lain.
“Pada tahun 1984 merek produk bandeng presto milikku saya daftarkan ke pemerintah. Karena kebanyakan orang memanggilku pak kumis maka bandeng presto yang aku produksi aku beri merek Bandeng Presto Pak Kumis," ujar Kardiman, yang setelah menunaikan haji berganti nama menjadi Abdurrohman.