Pondok Pusat Yanbu'ul Qur'an di Kelurahan Kajeksan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Siang kemarin, Hilmi (21), Pengurus PTYQ Dewasa Putra,cukup sibuk. Meski begitu dirinya tak keberatan berbagi cerita dengan Seputarkudus.com tentang pesantren khusus untuk para pengahafal Al-Quran tersebut. Dia menuturkan, dalam jangka waktu tiga tahun, santri yang mondok di Yanbu’ bisa menghafal Al-Quran.
“Di Yanbu’ sistemnya sudah ditentukan, jadi hanya butuh tiga tahun nyantri bisa mengahafal Al-Quran,” ungkap Hilmi di ruang Pengurus PTYQ Dewasa Putra.
Dalam proses menghafal Al-Quran Ponpes Yanbu’, katanya, menerapkan beberapa cara. Pertama sistem Madrasah. Dia menjelaskan, hafalan pertama harus setor empat juz. Setelah itu setiap hari setor hafalan satu juz dan satu juz lagi untuk juz selanjutnya. Selain itu mengulang hafalan juz-juz yang sudah pernah dihafalkan.
“Misalnya pertama saya baru hafal sampai juz empat. Jadi misal besok saya mau setor hafalan harus menyiapkan juz lima dan enam, serta mengulang juz satu sampai empat,” jelas Hilmi.
Santri Yanbu' Tak Bersekolah Formal
Hilmi yang sudah hampir khatam 30 juz menghafal Al-Quran mengatakan, santri-santri di pesantren yang didirikan KH Arwani Amin itu tidak sekolah formal, di MTs, MA atau sekolah formal sejenis. Mereka hanya fokus menghafalkan Al-Quran. “Namun pondok juga memberikan wawasan untuk penunjang hafalan Al-Quran. Di antaranya mengaji kitab klasik Tafsir Jalalain, Kasyifatul Saja, Risalatul Mu’awanah dan Nasholihul Ibad,” terangnya.Hilmi pengurus Pondok Tahfidh Yanbu'ul Qur'an Dewasa Putra. Foto: Imam Arwindra |
Hilmi mengatakan, di Pesantren Yanbu' ada kegiatan pekanan dan bulanan yakni Mudarosah. Kegitan Mudarosah yakni menghafal ayat Al-Quran secara estafet. Santri secara bergantian akan membaca ayat per ayat Al-Quran secara bergantian. “Biasanya ada ustadz yang mendampingi hafalan Mudarosah,” tuturnya.
Selain itu, menurut Hilmi ada kegiatan lainnya, yakni Muroja’ah. Kegiatan ini mengulang kembali keseluruhan juz yang sudah dihafal. Biasanya setelah Muroja’ah dilanjutkan tes calon khotimin (hafidz). “Setorannya lansung ke KH Ulin Nuha Arwani dan KH Ulil Albab Arwani,” jelasnya.
Hilmi menuturkan, kesulitan dalam menghafal Al-Quran yakni melawan rasa malas dan terbawa lingkungan sekitar. “Biasa kalau di pondok, sering terbawa lingkungan sekitar. Jadi akhirnya malas-malasan untuk menghafal,” ungkap pria asal Tuban, Jawa Timur.