Pak Kumis mengamati aktivitas karyawan melalui monitor CCTV di kediamannya, Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kudus. Foto: Rabu Sipan |
Sebelum sukses memasarkan Bandeng Presto Pak Kumis, Kardiman lebih dulu dikenal sebagai penjual bandeng pindang. Saat Seputarkudus.com berkunjung ke kediamannya, dia bercerita pahit getirnya memulai usahanya.
Pada Tahun 1967, saat itu usianya baru 23 tahun, dia memulai usahanya mengolah ikan bandeng untuk dijadikan bandeng pindang. Kardiman membeli ikan bandeng di Juwana, Pati. “ Pada waktu itu sekali ke Juwana saku beli ikan bandeng sebanyak 60 kilogram. Sesampai di rumah bandeng itu aku masak di kuali untuk dijadikan bandeng pindang,” kata Pak Kumis, beberapa waktu lalu.
Menurutnya setelah jadi bandeng pindang, dia menjual sendiri ke Pasar Johar Semarang. Dirinya berangkat dari rumah pukul 24.00 WIB berjalan kaki memikul kuali berisi bandeng pindang ke Pasar Bitingan. Sesampainya di Bitingan, dia menunggu bus atau truk yang akan mengantarnya ke Semarang.
Dia menceritakan, pada waktu itu perjalanan Kudus-Semarang memerlukan waktu tiga jam. Sesampai di Pasar Johar Pak Kumis berkeliling pasar sambil memikul kuwali berisi bandeng untuk dijajakan kepada para pembeli. Dia harus berkeliling karena tak punya lapak.
Tidur di Emperan Toko, Sepekan Sekali Pulang ke Kudus
Saat malam tiba, Pak Kumis tidur di emperan toko beralaskan kardus di sisi kuali. “Biasanya memerlukan waktu tujuh hari untuk menjual habis bandeng pindang yang aku bawa. Setelah habis aku pulang ke Kudus,” kata pria yang setelah berangkat ke Tanah Suci berganti nama menjadi Abdurrohman.Pak Kumis mengatakan, setelah bandeng pindangnya mulai dikenal dan dimianti banyak pembeli, sekitar tahun 1974 dia meminta tolong kepada Kepala Pengelola Pasar Johar untuk diizinkan menyewa lapak. Sejak memiliki lapak tersebut penjualan Bandeng Pindang Pak Kumis semakin laris dan terkenal di Semarang.
“Dari tahun ke tahun jualan bandeng pindang ku makin laris dan banyak dikenal orang yang datang ke Pasar Johar. Bahkan ada opini masyarakat Semarang, kalau beli bandeng pindang ke Pasar Johar ya bandengnya Pak kumis," kenangnya.
Hingga pada tahun 1982, penjualan bandeng pindangnya mulai surut. Hal itu dikasebabkan ada produk baru bandeng presto yang dijajakan warga Tionghoa. Warga lebih memilih bandeng presto tersebut ketimbang membeli bandeng pindang yang dia jual. Bahkan suatu ketika bandengnya sama sekali tak laku, dan usahanya terancam bangkrut.
Baca juga: Inilah Sosok Pendiri Bandeng Presto Pak Kumis, 12 Hari Gagal Mencoba Membuat Presto (1)
"Dari itulah timbul inspirasi agar aku bisa membuat bandeng presto yang lebih enak dari bandeng buatan warga Tionghoa tersebut. Dan alhamdulillah produk bandeng presto milikku sukses,” ujar katanya.