Pondok Pesantren Modern Al-Achsaniyyah terletak di Desa Pedawang, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, sekitar 200 meter masuk ke gang Jalan Mayor Kusmanto. Dibangun di area lahan seluas 3.850 meter persegi, terdapat bangunan musala, beberapa kelas dan kamar-kamar kecil yang digunakan untuk tempat tinggal para santri.
"Pendirian Pondok Modern Al-Achsaniyyah tahun 2007, bermula karena rasa empati saya terhadap anak-anak yang pernah saya temui di jalanan," ujar Faiq kepada Seputarkudus.com, belum lama ini.
Dia menceritakaan, saat itu dia menemui anak autis yang dipekerjakan orang untuk mengemis di jalanan. Karena tidak tega, anak tersebut dibawanya untuk dirawat.
“Saya kasihan kepada anak-anak berkebutuhan khusus kurang mendapatkan perhatian yang layak. Akhirnya keinginan saya untuk mendirikan pondok seperti Pondok Modern Darussalam Gontor berganti dengan mendirikan Pondok Autis ” tutur Faiq yang pernah nyantri di Pondok Modern Ar-Risalah Ponorogo dan Ponpes Tambak Beras, Jombang.
Keinginannya menguat setelah mengetahui anak-anak autis menjadi target agama tertentu. “Selain ada rasa empati, ternyata anak-anak autis juga menjadi target agama tertentu. Akhirnya saya semakin yakin mendirikan pondok penyandang autis kemudian saya beri nama Pondok Modern Al-Achsaniyyah,” terangnya.
Dia melanjutkan, hingga sekarang Pondok Modern Al-Achsaniyyah mempunyai santri 80 orang dan 55 pendamping. Di atas tanah wakaf dari Kusmin (almarhum) menurutnya sudah dibangun beberapa bangunan kelas untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Sunan Muria, musala, aula dan kamar tidur untuk santri tinggal.
“Tempatnya sudah penuh. Kemarin ada dari Iraq dan Malaysia telepon ingin memondokkan anaknya. Namun saya tolak, karena keterbatasan tempat dan komunikasi Bahasa Arab dari pembimbing yang minim,” ungkap lulusan Jurusan Syariah Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Pondok yang letaknya di tengah persawahan Desa Pedawang, selain mengajarkan santrinya ilmu agama juga membimbing mereka untuk bisa hidup mandiri sesuai minat dan bakatnya. Menurutnya santri juga dididik untuk bisa menerima instruksi dari orang lain dengan pendampingan dan terapi. Di antaranya, terapi okupasi, perilaku, integrasi, wicara, irama atau musik, aktivitas sehari-hari, fisioterapi, hypnoterapi dan akupuntur.
“Pengajaran tidak fokus pelajaran seperti di sekolah formal, melainkan lebih kemandiran dan minat bakat,” tutur Faiq yang sudah mengahabiskan enam tahun untuk mendalami ilmu dasar Tibuun Nabawi dan bekam spesialis ilmu kedokteran islam di International Cultural Center (ICC) Mesir dan mendalami homoepathy (Ilmu tentang obat herbal) di The Faculty of Homeopathy Malaysia.