Tokoh tersebut bernama KRT Notokusumo, seorang pejabat tinggi kerajaan Mataram Islam yang melarikan diri menuju ke utara untuk berguru kepada Sunan Muria. Beliau pergi meninggalkan keraton Mataram setelah terjadi intrik politik perebutan kekuasaan di masa Raja Amangkurat I. KRT Notokusumo pada masa itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
KRT Notokusumo mengaji kepada Sunan Muria dengan penuh kesabaran dan kesungguhan hati. Di padepokan atau pondok Sunan Muria, beliau menghilangkan identitas bangsawanannya sebagai bukti sikap tawadluknya terhadap Sang Guru (selain untuk membuat musuhnya tidak kenal). Dan oleh Sunan Muria, beliau diberi nama baru, yakni Samsudin Abdul Malik.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya KRT Notokusumo mendapatkan amanah dari gurunya untuk menjadi santri abdi dalem. Dengan status tersebut, membuat beliau mempunyai kewajiban untuk melayani (ngladeni) keinginan dan kebutuhan Sunan Muria. Bisa dibilang KRT Notokusumo merupakan “tangan kanan” yang selalu taat mendengar dan melaksanakan perintah sang guru.
Selesai nyantri dan menjadi pelayan (peladen) dengan Sunan Muria, KRT Notokusumo ditugaskan untuk berdakwah meng-Islamkan suatu tempat di sebelah tenggara Gunung Muria. Tempat tersebut berada di sebelah utara wilayah dakwah kakak seperguruannya (Ki Anteng, cikal bakal Besa Bulung). Berdasarkan restu Sunan Muria tersebut, KRT Notokusumo membuat kediaman (rumah) di lokasi tersebut dan berhasil meng-Islamkan penduduknya.
Singkat cerita, wilayah sekitar lokasi kediaman KRT Notokusumo oleh penduduk sekitar dinamakan Peladen/Pladen/Pelayan. Mengingat kiprah tokoh desa tersebut yang dulu saat nyantri dengan Sunan Muria menjadi khodim/abdi/pelayan sang guru.
Adapun karomah dari KRT Notokusumo yakni sanggup merubah daun nangka menjadi wayang kulit dan bebatuan menjadi gamelan (atas izin Allah SWT). Untuk kemudian dipentaskan menjadi pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Hal ini dilakukan sebagai sarana dakwah Islam melalui jalur kesenian.
Narasumber:
Bapak Mashadi, BA (keturunan ke Sembilan KRT Notokusumo)
Ditulis oleh:
Danar Ulil Husnugraha
Ketua Komunitas JENANK
(Jaringan Edukasi Napak Tilas Kabupaten Kudus)