SEPUTAR KUDUS - Wayang Klithik Desa Wonosoco. |
Satu-satunya dalang di Desa Wonosoco yang bisa memainkan wayang tersebut, Sutikno menjelaskan, disebut Wayang Klithik, karena saat dimainkan berbebunyi “klikthik”. Wayang tersebut terbuat dari kayu seperti wayang golek, namun berbentuk pipih menyerupai wayang kulit.
Dia menceritakan, wayang tersebut merupakan warisan para leluhur di Desa Wonosoco. Wayang Klithik selalu dimainkan saat digelarnya tradisi Resik-Resik Sendang. Tradisi itu selalu diselenggarakan setiap satu tahun sekali.
Tradisi Resik-Resik Sendang, merupakan bentuk syukur masyarakat desa setempat karena karunia mata air yang memberi kehidupan bagi masyarakat. Di desa tersebut memiliki sembilan mata air. Tradisi Resik-Resik Sendang diselenggarakan di dua sendang, dari sembilan sendang yang ada. Dan pagelaran Wayang Klithik, tak bisa dipisah dari tradisi tersebut.
"Berbeda dengan wayang kulit pada umumnya, Wayang Klithik membawakan cerita tentang Majapahit, bukan Mahabarata. Cerita yang diangkat, asli dari Indonesia,” ujar Sutikno.
Sutikno mewarisi kemahiran memainkan Wayang Klithik dari ayahnya, Sumarlan. Dia merupakan dalang yang juga diberi mandat untuk memainkan Wayang Klithik, setiap digelarnya tradisi Resik-Resik Sendang. Dari ayahnyalah, dia belajar cara memainkan wayang, dan membawakan cerita tentang kerajaan Majapahit.
Asal muasal keberadaan Wayang Klithik tersebut, Sutikno mengaku tidak mengetahuinya secara pasti. Pagelaran wayang setiap tradisi desa tersebut, telah berlangsung sejak lama. Dia tidak mengetahui awal keberadaan wayang yang membawa cerita kerajaan yang pernah berjaya di Nusantara tersebut.
Meski begitu, dia bertekad akan mempertahankan tradisi tak ternilai warisan dari leluhurnya itu. Kini, dia bersama pemerintah desa setempat melakukan pembinaan terhadap generasi muda di desanya untuk belajar mendalang. Selain itu, di bersama pemerintah desa juga terus mempromosikan Wayang Klithik.