Kepastian Laskar Macan Muria terperosok di jurang paling bawah Liga Utama musim ini, setelah takluk dari musuh bebuyutannya, PSIR Rembang dengan skor 2-0 tanpa balas, di kandang lawan. Anak-anak Persiku tak mampu menahan gempuran anak-anak Laskar Dampo Awang, dan tak cukup kuat menjebol pertahanannya.
Kekalahan dan prestasi terburuk yang dialami Persiku tahun ini, merupakan puncak carut-marutnya pengelolaan klub oleh manajemen. Bahkan, cerita sedih para pemain yang tak mendapat hak gaji beberapa bulan beberpa waktu lalu, hingga tak mendapat jatah makan lagi di mes mereka, mewarnai buruknya kondisi Macan Muria. Para pemain sempat mogok latihan, dan pulang kampung meninggalkan mes mereka, dilakukan karena tak mendapat hak yang harus mereka terima sebagai pemain bola profesional.
Nasi sudah menjadi bubur. Kenyataan pahit harus diterima semua pihak, termasuk suporter dan masyarakat yang mendukung dan membanggakan Macan Muria. Bisa jadi degradasi yang dialami Persiku tahun ini, membuat para pendukung mengalami dejavu, seolah ini hanya mimpi. Namun inilah kenyataan.
Pergantian manajemen menjelang akhir musim beberapa bulan lalu, ternyata tak cukup ampuh, setidaknya untuk mempertahankan Macan Muria di kasta tengah Liga Divisi Utama musim ini. Manajemen baru, terbukti tak cukup ampuh memberikan harapan bagi publik pecinta sepak bola di Kudus. Bahkan, manajemen baru benar-benar membuktikan mimpi buruk dan ketakutan pendukung Persiku bahwa klub kebanggaan mereka akan gagal musim ini.
Ini harus menjadi cermin bagi siapapun yang mengaku mencintai Macan Muria. Era sepak bola profesional yang mengharamkan penggunaan uang rakyat untuk membantu klub secara finansial, harus difahami secara mendalam. Kondisi tersebut harus menjadi titik tolak, tidak hanya bagi manajemen, namun juga semua pihak, termasuk para tokoh dan pendukung.
Manajemen, ke depan harus berfikir bagaimana bisa mengangkat lagi Macan Muria agar bisa mengaum. Manajemen tidak boleh memiliki kepentingan apapun, selain mengangkat prestasi Persiku secara profesional. Dengan begitu, manajemen tidak akan lagi kesulitan mendapat dana untuk menggaji pemain dan pelatih secara layak, dan membuat pertandingan tandang di Gor Wergu Wetan menjadi hiburan bagi masyarakat.
Dengan begitu, manajemen akan mudah mendapat dukungan sponsor. Apalagi, sebagai kota industri, Kudus memiliki banyak perusahaan besar yang tentu akan memberi dukungan besar jika memang prestasi Persiku mampu memberi kebanggan. Tak usah khawatir adanya larangan sponsor produk rokok, karena ada perusahaan lain selain produsen rookok yang akan mau membantu.
Bagi para suporter, dukungan nyata yang harus diberikan tidak hanya teriakan dan nyanyian dukungan untuk Laskar Muria. Dukungan harus diberikan secara riil, dengan membeli tiket pertandingan, tanpa potongan harga, apalagi tiket cuma-cuma. Karena klub-klub profesional membuktikan, dana dari tiket cukup besar untuk menyokong keberlangsungan klub.
Degradasi bukan akhir dari segalanya. Kesempatan masih terbuka lebar untk Laskar Macan Muria kembali mengaum dan membuat musuh-musuhnya ciut nyali. Dengan catatan, pengelolaan klub benar-bemar dilakukan secara peofesional, tanpa kepentingan lain, termasuk kekuasaan maupun kepentingan kantong pribadi. Persiku tak hanya milik manajemen yang memegang legal formal penglolaan, namun publik oecinta sepak bola di Kudus juga memiliki hak untuk bangga dengan klub sepak bola yang memiliki sejarah panjang di kancah persepakbolaan di tanah air ini. Bravo Macan Muria. (Mase Adi Wibowo)