Latest News

Urak Wedalan, Tradisi Berbagi Saat Tarawih di Kudus

Gembira dengan datangnya bulan puasa adalah perasaan yang mungkin dirasakan oleh sebagian besar muslim di Indonesia, tak terkecuali di Kudus. Berbagai acara digelar untuk menyambut bulan yang penuh berkah ini, dari menggelar tradisi dandangan yang digelar beberapa minggu sebelum bulan puasa tiba, hingga menggelar kirab budaya yang menggambarkan tokoh-tokoh para wali penyebar agama Islam di Kudus.

Tentu hal ini tidak saja menggambarkan sebuah ritus masyarakat di Kudus yang setiap tahun digelar untuk menyambut bulan puasa saja, namun juga sebagai ungkapan kegembiraan dan kebersamaan.

Namun, ada satu tradisi di salah satu daerah di Kudus yang sangat unik dan mungkin tak banyak masyarakat yang tahu, tradisi tersebut adalah Urak Wadalan. Daerah tersebut terletak di kecamatan Undaan, tepatnya di desa Berugenjang. Desa yang berada di tengah-tengah hamparan berpuluh hektar sawah dan disebut Joko Heryanto (Pemerhati budaya di Kudus) sebagai desa yang amboi ini menjalankan tradisi tersebut setiap bulan puasa secara turun temurun.

Urak Wadalan adalah tradisi memberikan jajan pasar kepada jemaah sholat tarawih di masjid dan mushola. Tradisi yang dilakukan dengan sukarela oleh masyarakat ini dilaksanakan dengan memberikan sepotong kayu yang bertulis "Urak Wadalan-Sak Kuasane " (Urak Wadalan - seikhlasnya) sebagai sebuah tanda yang diberikan kerumah-rumah warga secara bergiliran.

Mekanismenya, jika hari ini sebuah rumah warga mendapatkan kayu tersebut maka besok malamnya pemilik rumah warga itu mendapatkan giliran untuk memberikan jajan pasar ke masjid atau mushola. Keesokan harinya kayu tersebut harus diberikan kepada tetangga rumah di sebelahnya, yang berarti pemilik rumah tersebut mendapatkan giliran untuk malam selanjutnya. Dan begitu seterusnya hingga malam takbiran tiba.

Tradisi Urak Wadalan ini diurus oleh pengurus takmir masjid. Pengurus takmir masjid membagi desa kedalam kering atau wilayah-wilayah, dimana ada warga yang harus memberikan jajan pasar ke masjid, ada yang harus memberikan jajan pasar ke mushola sesuai dengan letak rumah warga di wilayah lingkungan mana warga itu tinggal, di dekat masjid atau di dekat mushola.

Jajan pasar yang diberikan tidak ditentukan secara spesifik, baik jenis maupun jumlahnya. Umumnya warga memberikan jajanan berupa kerupuk, bakwan, tahu isi, roti, apem dan sejenisnya. Jajanan tersebut dibagikan kepada jamaah seusai sholat tarawih, tanpa terkecuali seluruh jamaah mendapatkan bagian. Tak jarang suasana masjid atau mushola menjadi gaduh saat jajanan dibagikan, karena banyak anak-anak kecil yang berebut memintanya. Dan hal inilah yang menjadikan suasana tak terlupakan bagi anak-anak kecil tersebut, termasuk saya.

Tradisi Berbagi dalam Kebersamaan

Urak Wadalan yang berarti kayu sedekah memberikan warna tersendiri bagi masyarakat Berugenjang. Tradisi yang dilaksanakan sejak dahulu ini menyebabkan masyarakat larut dalam kebersamaan, baik dalam suasana saat dibagikannya jajanan pasar tersebut maupun saat penyiapannya.

Jajan pasar dibagikan saat sholat tarawih selesai dilaksanakan oleh jamaah, ada jamaah yang membawanya pulang, ada juga jamaah yang memakannya di tempat sembari ngobrol di serambi masjid atau mushola. Tanpa memandang status sosial, seluruh jamaah membaur dalam suasana kekeluargaan.

Dalam menyiapkan jajanan pasar yang akan diberikan kepada jamaah taraweh ini sebagian besar warga membuatnya sendiri di rumah, dan umumnya tetangga-tetangga rumah datang untuk membantunya, ada juga tetangga yang datang dengan membawa bahan baku untuk membuat jajanan tersebut. Meskipun ada pula warga yang membeli jajanan tersebut dari pasar, akan tetapi hal tersebut tak mengurangi suasana kebersamaan yang akan muncul dalam peristiwa tahunan ini.

Meskipun tradisi berbagi di saat bulan puasa banyak dilakukan oleh kebanyakan warga muslim di Kudus, akan tetapi ada hal yang sangat khas dari tradisi Urak Wadalan yang tidak ditemui di daerah manapun di Kudus; yakni dilakukannya sebuah tradisi oleh masyarakat Berugenjang dengan sebuah mekanisme yang unik, menggunakan piranti berupa kayu sebagai simbolnya, dan tradisi yang unik ini membawa sebuah berkah kebersamaan bagi sesama.

Meskipun jajanan yang diberikan sangatlah sederhana, namun hal tersebut tidak mengurangi suasana kebersamaan. Suasana kebersamaan ini tentu akan memberi makna tersendiri bagi masyarakat Berugenjang yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani.

Bulan puasa yang melipat gandakan pahala, banyak dimanfaatkan muslim untuk berbagi kepada sesamanya, namun tentu niat dan tendensi masing-masing orang tidaklah sama. Ada yang melakukannya dengan ikhlas untuk berbagi, ada pula yang sengaja mengambil momentum bulan puasa untuk tebar pesona di tengah-tengah masyarakat.

Semoga banyaknya tradisi berbagi di bulan penuh berkah ini tidak sekedar menjadi ritual tahunan yang tanpa makna, namun lebih dari itu tradisi berbagi seperti Urak Wadalan bisa menjadi titik tolak dan inspirasi untuk pelaksanaan kegiatan kemasyarakatan yang lain di luar bulan puasa.(Mase Adi Wibowo)