SEPUTARKUDUS.COM, MEGAWON - Di rumah bercat kuning di Dukuh Kencono Wungu RT 2/ RW 1 Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kudus, tampak seorang pria mengenakan topi sibuk menata ratusan sangkar burung. Pria tersebut merupakan pemilik rumah, Ngasiran (31) namanya. Di rumahnya itu dia memproduksi sangkar burung yang dinamainya Pembuatan Sangkar Burung (PSB) Naila Putri.
Ngasiran menunjukkan sangkar burung hasil kerajinan yang dia buat di rumahnya. Foto: Rabu Sipan |
Di sela aktivitasnya, pria yang lebih dikenal sebagai Rian itu sudi berbagi kisah tentang usahanya tersebut kepada Seputarkudus.com. Dia mengatakan, usaha yang dirintis sejak lulus sekolah menengah pertama (SMP) tersebut sekarang sudah memiliki banyak pelanggan. Bahkan dia mengaku sangkar hasil produksinya mampu menjangkau pasar pulau luar Jawa.
“Sangkar burung hasil produksiku tidak hanya diminati para pedagang sangkar di Karisedanan Pati. Namun aku juga memiliki pelanggan di beberapa daerah di Jawa Timur, serta beberapa pelanggan yang berada di beberapa daerah di luar Jawa, di antaranya, Sampit, Ketapang, dan Palembang,” ujarnya.
Namun menurutnya untuk membuat usahanya memiliki pelanggan sampai Jawa tidaklah mudah, dirinya harus melalui proses yang panjang. Bahkan dia mengaku usaha yang dirintisnya tersebut pernah tutup dan dia bangkrut karena sepi order. Rian mengisahkan, sebelum membuka usaha secara mandiri, dia terlebih dulu bekerja ikut tetangganya yang memiliki usaha pembuatan sangkar burung.
“Sejak lulus Sekolah Dasar (SD) selain aku sekolah SMP, aku menggunakan waktu luangku untuk bekerja menjadi pengrajin sangkar burung. Hal tersebut aku lakukan untuk membantu biaya sekolah agar sekolahku tak putus di tengah jalan. Tak jarang waktu itu aku lembur sampai malam saat garapan sedang ramai,” katanya.
Pria yang sudah dikaruniai dua anak itu mengatakan, setelah lulus SMP tepatnya tahun 2001 dia mengaku membuka sendiri usaha pembuatan sangkar burung dengan modal dan alat seadanya. “Pertama buka usaha aku kerjakan sendiri pembuatan sangkar burung. Dan untuk penjualan aku titipkan pada tetangga yang memiliki usaha yang lebih besar,” tutur Rian yang mengaku saat itu dia mampu memproduksi 30 sampai 50 set sangkar sebulan. Satu setnya berisi tiga sangkar.
Dengan berjalanya waktu, dia mengatakan mendapatkan order pembuatan sangkar sendiri dari para pedagang burung di Pasar Johar Kudus. Saat itu dia sempat memiliki tiga pekerja untuk membantunya membuat sangkar burung. Setelah berjalan dua tahun tepatnya pada tahun 2003 dia harus menerima kenyataan usaha pembuatan sangkar burungnya sepi order, dan dia bangkrut.
Setelah usahanya tutup, dia ikut kerja pada orang lain. Namun sayangnya tidak berselang lama, karena tempat kerjanya juga mengalami sepi order dan tutup. Karena menganggur dan waktu itu istrinya juga baru melahirkan anak pertamanya, dia memutuskan untuk kerja di tempat pembuatan paving blok.
“Meski pekerjaan tersebut lebih berat tapi aku semangat mengerjakanya karena aku baru saja memiliki anak. Aku kerja di tempat tersebut juga bertahan sampai satu setengah tahun,” Tutur Rian yang mengaku keluar kerja di tempat tersebut karena dia menerima tawaran temannya kerja menjadi kernet truk ekspedisi.
Menurutnya karena menjadi kernet truk ekspedisi tidak berangkat setiap hari, dia memanfaatkan waktu luang dengan mengambil garapan membuat sangkar burung. Hingga pada tahun 2008 saat burung kicau booming, usaha pembuatan sangkar yang dia geluti kembali berkembang.
“Pada tahun tersebut burung kicau nge-hit, dan usaha pembuatan sangkar milik saya ikut kebanjiran order. Karena aku tidak ingin melewatkan momen tersebut, aku nekat mendirikan kembali usaha pembuatan burung sangkar dan alhamdulillah pemasaranya bisa sampai pulau seberang,” ujarnya.